Rabu, 22 Januari 2014

Loro Jonggrang


JONGGRANG: Seribu Tahun Kutukan Dendam & Cinta


Hmm, ada apa dengan Roro Jonggrang? Apa daya fantasi yang melingkupi legenda ini sedemikian dahsyatnya sehingga menjadi inspirasi tak putus-putus? Masih banyak legenda lokal yang lain, kan? Tapi kenapa Roro Jonggrang lagi, lagi, -dan lagi? Apa karena ada artefak candi yang segitu gede dan memukau-nya, sehingga legenda itu menjadi terus tersokong hidup sepajang masa.

Nggak salah, si Bandung Bondowoso dulu mengutuk Roro Jonggrang jadi patung batu. Terbukti long-lasting, heheheh. Coba kalau dikutuk jadi kodok, besoknya udah jadi Swikee.


Ada satu lagi buku baru bernuansa Fantasy yang menggunakan perempuan Prambanan ini sebagai latar cerita. Buku berjudul JONGGRANG: Seribu Tahun Kutukan Dendam & Cinta karangan duo pengarang Bimo S. Nimpuno dan Gerry Nimpuno. Ini adalah buku kedua yang direview oleh Fikfanindo menggunakan tema Roro Jonggrang, kalau teman-teman masih inget, yaitu PETUALANGAN JAVA-JOE: Rahasia Kebangkitan Roro Jonggrang karya J.H. Setiawan, linknya ada di sini.

Novel JONGGRANG mengisahkan kutukan yang menimpa Loro Jonggrang, putri Prabu Boko dari Prambanan yang mengakali Bandung Bondowoso sehingga pangeran penakluk dari Pengging itu gagal membuat candi keseribu yang dimintanya. Kutukan itu terus melekat sampai masa kini dan menimpa sepasang kekasih yang jadi tokoh utama buku ini, sehingga keduanya harus membebaskan diri dari cengkeraman Loro Jonggrang dengan menggunakan kekuatan CINTA.

Well, I know, I know. Komennya ntar dulu deh. Sekarang perlu aku beberkan dulu alasanku mengapa buku ini menjadi menarik untuk dibedah di Fikfanindo. Yang pertama, ini adalah buah karya kolaboratif dari sepasang pengarang yang kebetulan berstatus suami-istri (Atau suami-istri yang kebetulan berstatus pengarang? Hayah...). Fokus di 'kolaboratif'nya. Kita lihat bagaimana perpaduan dua benak dapat bersinergi menciptakan satu karya. Kedua, buku ini adalah jajaran kesekian yang mengolah tema 'basi'... uits, jangan marah dulu. Maksudnya topik Roro Jonggrang itu--yang sudah terpakai berkali-kali olehdozens of writers. Apakah hal baru yang bisa dikreasikannya sehingga buku ini bisa menjadi sosok yang lepas dari bayang-bayang buku lain yg duluan eksis?

Kita mulai dari kemasan: Sampulnya berwarna hijau dengan ilustrasi putri keraton di sudut kiri bawah menghadap pada semacam pusaran cahaya langit di area tengah sampul. Tulisan "JONGGRANG" dengan typografi cukup menarik menghiasi muka sampul, dengan bayang-bayang candi sebagai latar belakang, dengan susunan pucuk-pucuk candi mirip dengan susunan pucuk rumah ibadah di cover novel Kisah 5 Menara. Cover dikerjakan oleh Kebun-Angan, ilustrator yang mengerjakan cover serial terjemahan Percy Jackson & The Olympians (Saya suka karya mereka di serial ini). Lumayan, konsep dan eksekusinya cukup dapet, lah. Hanya penggambaran sosok putri masih terasa agak kartun menurut gue, rada kurang masuk dengan tema buku yang sebetulnya cukup dewasa (baca: serius).

Gimana dengan alur plot? Agak similar dengan JAVA JOE, cerita dibuka dengan adegan pertempuran Bandung Bondowoso vs Prabu Boko. Terus sampai drama kutuk-mengutuk itu, lalu pindah ke masa kini.

Ada satu pendekatan unik yang digunakan para pengarang dalam mengantarkan cerita, yaitu dengan adanya suatu 'karakter pembantu' yang dinamai 'Akselerasi'. Sebetulnya ini bukan orang, dan juga bukan apa-apaan sebab gak dijelaskan lebih lanjut oleh pengarang. Cuma pengarang menggunakan 'Akselerasi' ini sebagai semacam 'kamera' yang mengamati semua adegan. Hebatnya --but at the same time: ancur-nya-- Akselerasi ini digambarkan datang dari ujung alam semesta dengan warp-speed menuju Bumi. Ndilalah mampirnya ya di Prambanan, gitu jhe? (gunakan logat Yogya).

Lho kenapa gue bilang 'ancur'? Sebab karakter akselerasi ini gak punya hubungan sebab-akibat apapun dengan cerita. Dia cuma jadi semacam pengantar aja yang fungsinya juga gak jelas. Gak eksis pun gak apa-apa. Mustinya sih, pengarang bisa memberikan sedikit 'reason' kenapa karakter itu diperlukan, kenapa relevan ada di bukunya.

Alur didesain cukup biasa saja. Straight forward dari awal sampai akhir. Ada a little twist yang sedikiit aja memperkaya (sayangnya, nggak memberi kedalaman pada cerita), padahal kalau aku rangkai-rangkaikan, kayaknya potensial jadi sesuatu yang saling interelated dan membuat cerita jadi lebih berdimensi. Kayaknya pengarang gak melihat hal itu, atau gak mengolahnya dengan baik.

Lepas dari masa Prambanan, masuk setting masa kini, dengan kehidupan tokoh utama bernama Data Sena --yang bekerja di perusahaan IT-- dan kekasihnya Elektra. Yup, pasti anda terjengit, ada orang indonesia bernama Elektra, dan Data. Gue juga sempat membatin koq namanya aneh bener Data (mirip tokoh Star Trek), terus kerja di IT, pulak. Eh ga taunya di halaman 23-24 pengarang udah ngeduluin mencounter dengan pertanyaan yang sama. Ha-ha.

Penggambaran setting masa kininya cukup dapet, dan secara signifikan lebih baik dari pada setting era Prambanan-nya. Untuk setting masa kini yang berlaku seputar kehidupan kantor, rumah, cafe, situasi liburan di Bali, Yogya, wisata candi Prambanan dll, cukup bagus tereksekusi.

Tapi khusus... setting Fantasynya, harus aku puji cukup extra ordinary. But wait, aku belum bicara masalah penulisan/ penceritaan, tapi ide fantasy nya aja dulu. Ada dua setting Fantasy yang cukup dominan di sini, yaitu Prambanan era tahun 800 M-an dan "Alternate Prambanan" di masa kini. Di setting Prambanan tahun 800-an, pengarang menelurkan ide fantasy pembuatan seribu candi yang cukup keren buat gue. Tentu saja, adegan pertempuran Prabu Boko dan pembuatan 1000 candi pastinya udah banyak yang mengolah. Bagaimanapun itu adegan inti dalam kisah Roro Jonggrang klasik. Tapi lihat deh apakah sudah ada yang melukiskan bagaimana cara Jin-jin dedemit pembantu Bandung Bondowoso itu datang?

Keren, look at this:


...Angin berhembus kencang menerjang apa saja yang dihantamnya, termasuk potongan-potongan tubuh yang berserakan di tanah yang berlumuran darah. Namun kejadian yang mencekam ini tidak membuat Bandung berhenti komat-kamit. Justru sebaliknya ia berputar-putar dengan perlahan sambil terus menengadah ke langit melanjutkan manteranya. Di dalam suasana alam yang hiruk-pikuk itu, tiba-tiba tanah bergetar. Getarannya tidak mirip dengan gempa bumi, tetapi lebih mirip dengan getaran magma yang akan keluar dari dalam perut bumi. Tidak lama kemudian muncullah dari dalam bumi, sesosok makhluk yang wujudnya mengerikan. Mula-mula hanya kelihatan kepalanya saja yang menyembul keluar dari dalam bumi. Kulitnya hitam keabu-abuan dan lapuk seperti mayat yang sudah beberapa bulan dikubur di dalam bumi. Matanya memantulkan sinar hijau. Cuping hidungnya besar dan mengenakan anting. Tampak taringnya keluar dari antara kedua bibirnya yang tebal dan menjijikkan. Ketika badannya sudah hampir keluar semua, tampak badannya tidak proporsional sama sekali. Tangan dan kakinya kecil, tubuhnya bungkuk dan perutnya buncit. Kuku-kuku yang panjang berliuk-liuk dan kotor keluar dari masing-masing jari-jari tangannya yang panjang-panjang. Ternyata makhluk bawah tanah itu tidak sendirian. Satu persatu mereka menyembul keluar dari dalam tanah sehingga jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Belum selesai makhluk-makhluk lainnya yang sejenis menyembul keluar dari dalam tanah, tiba-tiba sekumpulan awan hitam menerobos dari langit menuju ke medan Prambanan yang kini berubah lebih menyeramkan lagi dari sebelum-sebelumnya. Ketika menyentuh tanah awan hitam itu berubah wujud menjadi kawanan makhluk-makhluk kecil yang menyerupai tuyul yang jumlahnya juga ribuan. Mereka juga ribut dan gerakannya seperti anak-anak kecil yang rakus... (Hal. 9-10)

See? Ide --terutama visualnya-- cukup orisinil dan menggugah.

Juga untuk ide Alternate Prambanan di masa kini. Di saat malam terutama, starting pukul 23.00, Prambanan akan menjadi suatu kompleks istana klasik dimana dayang-dayang, penari, ponggawa dan kereta kencana gaib muncul. Dan yg bikin gue geleng-geleng kepala, semua berlangsung sepermakluman rakyat setempat sampai ke petugas satpam (Petugas Satpamnya gak heran ngelihat ada kereta kencana ditarik enam kuda hitam berlari menembus gerbang tertutup right before his own eyes! Mantap!) A living urban legend!Dunia real dengan dunia khayal bertemu-mix di sini secara apik. Saya suka.

Dengan adanya dua ide setting itu, sebenernya Novel ini berpotensi jadi 'beda'. Sayang sekali, kualitasnya belum bisa mencapai posisi ideal karena beberapa kelemahan. Saya akan list down kelemahan yang bisa saya temukan, sambil sekaligus beberapa komplain terkait pengolahan cerita, hehehe. Here goes:

1. Yang paling parah: kemampuan penulisan, pembuatan prosa atau kalimat. Sayang banget masih kurang bagus, ku bilang malah masih agak berantakan. Liat aja contohnya di paragraf yang saya kutip di atas. Terlihat bahwa adanya DUA pengarang tak menolong dalam hal ini. Entah apakah salah satu gak bisa mengoreksi yang lainnya, atau dua-duanya memang belum punya skill-nya. Kalau saja peran editor bisa lebih ditingkatkan, di sini.

2. Sedikit bolong logika: Pembangunan candi Prambanan pada tanggal 11 November tahun 856-an M atau Abad 9 M (hal 91), peristiwa masa kini terjadi tahun 2009-an. Tapi selisih tahunnya menurut pengarang adalah seribu tahun(an). Well, 800 ditambah 1000 baru nyampenya 1800-an lah, kurang dua abad! Kesalahan remeh, sih, tapi masak matematika sederhana aja terlewat? Tapi anehnya di halaman 3 disebutkan time-line perang Prambanan adalah pada abad 10 M. Antara abad 10 dengan abad 20 memang terpaut seribu tahun. Tapi bagaimana konsistensinya dengan informasi pembangunan Prambanan di tahun 800-an? Artinya perang terjadi setelah candi dibangun? Lha perangnya sendiri seharusnya adalah penyebab dari candi itu dibangun! Ga tahu deh, miss-nya di mana. Kalau menurut gue sih, konsistenkan saja, pilih satu sudut premis yaitu (kalau di sini) premis legenda aja, jangan masukin premis fakta. Aman. Kecuali kalau antara legenda dan fakta 'kebetulan' cocok.

3. Blatant Tourism Promotion: Jangan-jangan dua pengarang ini sempat minta sponsorship dari Pak Jero Wacik! Part selipan promosi wisatanya terasa amat vulgar, sampai ke adegan waiter di Ubud duduk nemenin tamu hotel (sang tokoh) untuk mendeliver obrolan yang pantasnya tercetak di brosur wisata. Well, masih bisa dimaafkan, ketika kisah pariwisataiyah tersebut juga direfer sebagai informasi penting terkait plot, memang. Tapi hari gini, rasanya udah banyak pengarang menghindari kevulgaran yang kayak gitu. Istilah pariwisata perlu dicek lagi, gue baru tahu kalo wisata Arung Jeram masuk kategori Wisata Bahari (hal 55).Promosi tempat-tempat di Yogya juga, buat saya 'masih' berasa dipaksakan, walau pengarang sudah cukup rapi meramunya sebagai tempat-tempat yang dikunjungi para tokoh. Rasanya seperti nonton film laga Steven Seagal yang dipaksain beraksi di lokasi-lokasi pariwisata, just to show *it* to the audience. Lame.

4. Inkonsistensi POV: Mulai dari Bab II: Seribu Tahun Kemudian, buku ini menggunakan sudut pandang Data Sena sebagai POV orang pertama (tokoh aku). Sayangnya tidak digunakan secara konsisten, sehingga acap terselip POV orang ketiga, misalnya POV Elektra. Bahkan di bagian akhir cerita POV bergeser 100% ke Elektra sebagai POV orang pertamanya. Hualah, kita mendalami masalahnya dalam sudut pandang Data, tapi menjalankan penyelesaian masalah melalui sudut pandang Elektra? Buat gue sih jadi gak nyambung, ya. Dan khusus pendekatan POV orang pertama, mengganti POV orang pertama dalam satu cerita menurut gue is a big No-No. Rasanya seperti membaca cerita yang gak selesai, sebab masalahnya diselesaikan oleh 'aku'nya orang laen. Tapi satu misslook juga terjadi di halaman 213, saat tiba-tiba saja dalam POV Data yang berada di Yogya, Data bisa bercerita mengenai aktivitas Elektra yang akan menyusulnya di bandara Soekarno Hatta Jakarta (parah, Data seharusnya dalam kondisi tidak tahu dan tidak peduli pada Elektra, koq bisa muncul POV itu). Udah gitu yang tidak indah juga adalah perpindahan ke POV Elektra seperti petir di siang bolong, alias ujug-ujug terjadi begitu aja mulai paragraf kedelapan di halaman 215. Parah juga di halaman 238 dimana Elektra meyatakan kondisi dirinya mirip dengan relief Kidung Sudamala di Candi Sukuh, sementara yang pergi ke candi Sukuh dan lihat relief itu adalah Data, di adegan pesiar sebelumnya.

5. Loro, atau Roro? Nhah, ini mungkin bakal jadi polemik kebudayaan di tangan orang yang gak ngerti budaya. Maksudnya, gue, yg nggak ngerti budaya Jawa. Pengarang menggunakan sebutan Loro Jonggrang, sementara setahu saya istilah yang benar adalah Roro Jonggrang. Bahasa Jawa-nya Loro, kan kalo nggak berarti (angka) "dua", atau "sakit", tergatung logat membacanya. Sementara kalau Roro itu sebutan untuk seorang puteri, misalnya dalam "Raden Roro". Nah, apakah memang ini semata slip-of-tongue, atau memang ada konvensi penggunaan istilah "Loro" yang sama benarnya dengan istilah "Roro"? Soalnya denger-denger juga ada istilah 'Nyai Loro Kidul' bersamaan ada juga istilah 'Roro Kidul', konon itu dua entitas (?).

6. Beberapa miss-logika juga terjadi, tapi dalam skala kecil sehingga mudah dimaafkan. Misalnya ada adegan Data bermimpi memasuki alam masa lalu dimana dia mendengar suara-suara pedang beradu dan orang-orang berteriak dalam bahasa Jawa Kuno. Ntar dulu,... emang Data ngerti bahasa Jawa Kuno? Bagaimana kalau itu sebenernya bahasa Urdu modern yang dikira bahasa Jawa Kuno? Juga reaksi curiga/ cemburu Elektra yang berlebihan, biarpun justified, tetep aja terasa dipaksakan.

7. Tadi sempat ngomongin ide fantasy keren, saat Bandung Bondowoso memanggil pasukan jin-nya. Terus yang bikin ide keren itu kehilangan momentum kekerenan, adalah: Pengarang mengulang penggambaran adegan yang sama sampai dua kali selain di adegan original. Satu di mimpi Data, satu lagi di adegan puncak saat Loro Jonggrang menawan Elektra, dan keduanya tampil dengan narasi yang nyaris mirip, almost total copas. Udah dua pengarang, lho ini? Koq, males? Atau, kalau mengacu pada teknik, sebetulnya ulangan ke 2 dan ke 3 itu gak perlu serinci yang pertama, sekedar gambaran singkat aja. Pembaca udah paham, koq. Kalau mau rinci, tuliskan dengan cara baru, misalnya dengan dijiwai oleh persepsi sang tokoh POV. Jadi pembaca tetap dapat sesuatu yang unik, gak pengulangan.

8. Late Chatolic Reference: Uhm, gue bukan anti religius-reference-in a novel. Even dalam novel gue (GARUDA-5) pun, gue menggunakan referensi Islam, yang gue timbang-timbang dengan hati-hati, supaya masih 'masuk' untuk dibaca audiens non-muslim. Novel Jonggrang ini menggunakan referensi Katolik, bahkan menjadikannya penyelesaian utama konflik melawan kutukan Bandung Bondowoso. Hanya komplain gue, kenapa referensi ini baru muncul belakangan, setelah halaman 217 sewaktu ada dialog dari Roos, kolega Elektra, "Kamu kan Katolik...dst". Blunggg! Abis itu menggelontorlah segala istilah per-katolik-an mewarnai buku, termasuk konotasi "Aku berada dalam terang" atau "Kau berada dalam gelap". Ugh, Koq jadi novel dakwah? Tapi ya udah. Soal dakwah adalah soal hak dan keyakinan. Aku hormati banget itu. Tapi soal memasukkan referensi teologis belakangan, aku rada gak sependapat. Saranku, masukinlah sejak dari depan, misalnya ada adegan acara keluarga bernuansa Katolik, ato apa gitu (sebisa mungkin jangan klise, tapinya). Tak soal bila pada adegan awal tersebut sang tokoh gak terlibat atau gak terkesan (biasa, kan belon insap). Yang penting pembaca sudah tahu sudut pandang itu sejak awal.

9. Dialog: Eksekusi dialog sebetulnya dah bagus, mengalir wajar. Cuma ada catatan di sana-sini, misalnya si Bandung Bondowoso yang berteriak-teriak menggunakan terlalu banyak konsonan-vokal-dan tanda baca. Si Bandung juga 'gak sengaja' keceplosan menggunakan dialog: "Ngomong aja kamu" (hal 15). Well, mungkin di abad itu gaya bicara seperti itu masih tergolong gaya bicara ningrat, kali ya, alih-alih gaya bencong, hehehe. Kalau menurut konvensi, sich, jika dialog diasumsikan berlangsung dalam bahasa asing (dalam konteks ini tentu bahasa Jawa Kuno), maka penulisannya dalam bahasa Indonesia seyogyanya dalam bahasa baku atau mendekati istilah-istilah baku. Jangan pakai bahasa slang. Nah, beda dengan ejekan Loro Jonggrang-muka-setan di masa kini: "Kasian deh loe!" (hal 242) itu masih tepat ditulis demikian sebab konteksnya si Jonggrang memang bicara dalam bahasa Indonesia, bukan Jawa Kuno. Dalam adegan-adegan latar misalnya di hotel, di cafe, terlampau banyak dialog yang gak perlu, sampe adegan pesan teh saja dibabar dialog tanya-jawab secara lengkap. Sebaiknya lebih efisien aja.

Well, that's it. Lebih kurang sembilan point aja yang bisa saya rinci sekarang. Moga-moga dapat menjadi pembelajaran bersama. Selain dari itu, novel ini memiliki kelebihan dalam pewarnaan budaya yang cukup beragam, referensi-referensi yang digunakan lengkap dan bernas, mengarah pada ketepatan text-book. Tinggal perangkaiannya aja gimana, agar tidak terkesan sebagai tour yang dipaksakan. Status pengarang sebagai pasangan suami-istri sepertinya juga saling melengkapi dalam menuliskan asmara hubungan pria-wanita. So secara pondasi sih, Jonggrang sudah memiliki kelengkapan yang cukup. Yang kurang adalah skill kepengarangan aja, yang masih dapat ditingkatkan. Selamat!

http://fikfanindo.blogspot.com/2009_11_01_archive.html





Loro Jonggrang



Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.




Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. "Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. "Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso.




Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. "Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya", ujar Loro Jongrang dalam hati. "Apa yang harus aku lakukan ?". Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

"Bagaimana, Loro Jonggrang ?" desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. "Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya," Katanya. "Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?". "Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. "Seribu buah?" teriak Bondowoso. "Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam." Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. "Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!", kata penasehat. "Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!"




Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. "Pasukan jin, Bantulah aku!" teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. "Apa yang harus kami lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin. "Bantu aku membangun seribu candi," pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.




Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. "Wah, bagaimana ini?", ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. "Cepat bakar semua jerami itu!" perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung... dung...dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.




Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. "Wah, matahari akan terbit!" seru jin. "Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari," sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.




Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. "Candi yang kau minta sudah berdiri!". Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. "Jumlahnya kurang satu!" seru Loro Jonggrang. "Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan". Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. "Tidak mungkin...", kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!" katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.

http://dongeng1001malam.blogspot.com/2005/02/loro-jonggrang.html

Pusaka Dewa


Sembilan Pusaka Wasiat Dewa


Pemuda itu berusia duapuluh tahun, berwajah tampan. Alis matanya seperti golok dengan mulut yang selalu tersenyum, namun kalau orang memperhatikan wajahnya, orang mungkin akan terkejut. Tatapan mata itu bersinar lembut namun tajam menusuk tanda tenaga dalamnya sudah sangat tinggi sekali. Tubuhnya tegap membayangkan kegagahan. Bajunya berwarna putih bersih di lapisi rompi yang terbuat dari kulit harimau putih. Rambutnya di gelung ke atas dan di ikat seutas kain putih juga.
Dengan langkah tegap berjalan menuruni Puncak Sian Thian San (Puncak Para Dewa). Kelihatannya saja dia berjalan perlahan, tapi kalau ada orang yang melihatnya, mereka pasti akan terkejut. Karena dalam waktu singkat saja tubuh pemuda itu telah tiba di bawah bukit yang jaraknya sangat tinggi tersebut. Tidak heran, karena pemuda itu telah mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang di sebut ‘Menjejak Angin, Mengejar Cahaya” yang sakti.
Setelah tiba di bawah, pemuda itu berhenti.
Tubuhnya berbalik dan menatap ke arah gunung sambil termenung sesaat. Sepuluh tahun berlalu dengan cepat sejak dia di bawa ke atas puncak tersebut oleh seorang kakek tanpa nama. Dia hanya tahu bahwa kakek itu adalah kakek tanpa nama yang tidak mau di sebut guru olehnya, tapi kakek itu telah mengajarnya berbagai ilmu-ilmu yang sakti dalam waktu sepuluh tahun tersebut.
Menurut kakek tanpa nama itu, ilmu-ilmu tersebut adalah murni hasil ciptaannya yang belum pernah di kenal di dunia kang-ouw. Itulah sebabnya kakek tanpa nama itu mengamarkan dia untuk berhati-hati menggunakan semua ilmu-ilmu tersebut.
Ada dua tugas penting yang di berikan padanya oleh kakek tanpa nama itu. Yang pertama yaitu: mencari dua orang murid kakek tanpa nama itu yang telah murtad. Yang satu berjuluk Bu Tek To Kui (Iblis Golok Tanpa Tanding) dan Bu Tek Pian Sian Li (Dewi Cambuk Tanpa Tanding).
Sedangkan tugas yang ke dua ialah mencari dan mengumpulkan kembali Sembilan Kitab pusaka Wasiat Dewa yang tersebar di dunia kang-ouw sejak sepuluh tahun yang lalu. Kalau kitab itu jatuh ke tangan orang jahat, maka harus di ambil kembali.
Tak berapa lama kemudian, pemuda itu kembali melakukan perjalanannya namun sudah tidak menggunakan ilmunya lagi. Kali ini dia berjalan biasa sambil menikmati pemandangan alam di bawah pegunungan tersebut. Sementara dia berjalan, tiba-tiba di dengarnya suara orang yang sedang bertarung. Hatinya tertarik dan tubuhnya melesat sebat sekali seperti cahaya saja ke arah pertarungan tersebut.
Tak lama kemudian di lihatnya bayangan empat orang hwesio yang sedang mengeroyok seorang wanita. Gerakan ke empat hwesio yang menggunakan empat jenis senjata yang berbahaya tersebut sangat hebat sekali, seolah-olah tiada celah mengurung sang wanita dari empat penjuru. Nyata bahwa mereka termasuk jago-jago tingkat satu dalam dunia persilatan
Namun setelah di amati, wanita itu ternyata tidak lemah. Tubuhnya berkelebat dengan lincah ke sana- ke sini tanpa dapat di sentuh sedikitpun oleh ke empat penyerangnya. Senjatanya sebuah payung kecil itu bergerak dengan sangat lihai sekali, bahkan lebih cepat dari gerakan ke-empat pengeroyoknya.
Pertarungan tersebut berlangsung cukup lama dan pemuda itu maklum, walaupun wanita itu hebat, tapi setelah sekian lama bertanding keadaan tetap sama kuat. Keempat orang tersebut tidak dapat lawannya begitu juga sebaliknya. Akhirnya dia tidak tahan lagi.
“BERHENTI…!” Semua orang terkejut, suara itu keras dan menggelegar sehingga mengacaukan konsentrasi mereka. Terpaksa mereka menarik senjata masing-masing dan melompat mundur.
Wanita itu berdiri tegak di tengah. Ternyata dia adalah seorang gadis yang sangat cantik sekali. Usianya paling banya delapan belas tahun.
Wajahnya bulat telur dengan alis mata yang tipis melengkung. Matanya yang bening memandang dengan tatapan yang tenang, setenang rembulan. Bibirnya tipisnya yang indah dengan bentuk bibir yang melengkung bak gendewa itu sangat menarik dan selalu tersenyum manis sehingga menampakkan lesung pipitnya yang segar kemerahan. Rambutnya yang hitam lebat dan panjang itu di gelung ke atas.
Pemuda itu terkesima memandangnya dan untuk sekejap lamanya dia tidak dapat berkata apa-apa. Melihat ini keempat hwesio tersebut gusar dan salah seorang di antaranya, yang tertua, segera membentaknya:
“Bocah lancang, siapa kau berani mengganggu kami?”
“Maaf, saya kebetulan lewat dan melihat adanya ketidakadilan di depan mata sehingga memberanikan diri untuk melerai…harap su-wi losuhu tidak marah!” Pemuda itu menjawab lembut dengan sinar mata yang tajam berwibawa.
“Bagus, siapa suruh kau mau mencampuri urusan kami, apa kau tidak takut kami membunuhmu?” Kembali Hwesio itu membentak marah dan memandang dengan sikap mengancam. Walau demikian dia tidak berani sembarangan bergerak. Suara bentakan yang di keluarkan pemuda itu masih terngiang di telinganya dan itu tidak bisa di pandang enteng.
“Eh hwesio busuk mata keranjang, tak usah kau berlagak jagoan, mari kita lanjutkan pertarungan ini. Kalian sudah menghinaku, apa kalian pikir bisa cuci tangan begitu saja? Kalau nonamu ini tidak bisa memberi pelajaran keras pada kalian, jangan sebut aku Im Hong Sian Li (Bidadari Angin Dingin)” Tiba-tiba gadis itu berseru dengan suara yang terdengar jengkel tapi merdu sekali. Segera dia membentangkan payungnya dan di lain saat telah menggempur hebat ke arah si hwesio. Melihat ini, ke tiga temannya kembali membantu.
Pemuda itu terkejut. Tampak wajahnya menyesal dengan sikap mereka. Tapi segera dia mengamati dengan lebih seksama. Dilihatnyalah kelemahan ke empat orang hwesio tersebut. Maka segera dia mengerahkan tenaganya dan mengirimkan suara lewat getaran suaranya ke telinga gadis itu dan memberi petunjuk.
Namun gadis itu tidak memperhatikan, Matanya yang jeli itu tiba-tiba melirik sekilas ke arah Sian Lee, akhirnya gadis itu tersenyum dan mulai memperhebat serangannya. Kali ini dia mengganti permainan silatnya dan Sian Lee terkejut melihat ilmu silat aneh yang di mainkan gadis itu karena dia mengenal dasar-dasarnya.
Hal ini tak heran, walaupun Sian Lee tidak mempelajari ilmu-ilmu yang terdapat dalam Sembilan Kitab Wasiat Dewa tersebut, namun dia telah mempelajasi semua dasar-dasar dari ilmu-ilmu tersebut, sehingga dengan melihat saja dia langsung tahu.
Tak salah lagi, itu adalah ilmu yang terdapat dalam salah satu Kitab Wasiat Dewa yang bernama Hok Mo Cap Sha Kiam Sut (Tigabelas Pedang Penakluk Iblis) yang di mainkan dengan payungnya secara lihai sekali.
Terjadi perubahan yang hebat. Saat keempat lawannya menyerang dari keempat arah secara bersamaan. Yang dari depan menyerang dengan hud-him (kebutan panjang), dari kiri dengan sepasang roda besi, dari kiri dengan sepasang kaitan baja dan dari belakang dengan rantai bermata tujuh.
Hebat sekali karena serangan itu menuju ke arah bagian-bagian tubuh yang mematikan. Namun dengan tenang, tiba-tiba dari mulut gadis itu terdengar lengkingan yang amat kuat mirip Sai cu Ho kang. Payungnya berputaran bagai kitiran yang amat kuat, membuka dan menutup menangkis semua serangan. Namun anehnya, karena pada saat yang sama ke empat orang itu juga merasakan hawa tajam yang terus mengancam punggung, tengkuk dan pinggang mereka. Segera mereka mengalihkan perhatian untuk coba menangkis tapi hawa tajam itu sudah melukai mereka masing-masing walaupun tidak dalam, kecuali orang kedua yang nekat mengangkat tangan kirinya menangkis.
“Aaaaakhh!...” “Ji-tee…!” Ketiga hwesio lain berseru kuatir segera mendekati rekan mereka sementara gadis tersebut sudah melesat dan hilang dari pandangan mereka dan berdiri tak jauh dari situ.
Setelah di amati, ternyata tangan kiri hwesio itu telah putus sampai di siku dan jatuh ke tanah.
Hwesio yang tertua segera berdiri dengan muka merah dan balik bertanya pada si gadis:
“Nona, ada hubungan apakah kau dengan Hok Mo Kiam Ong (Raja Pedang Penakluk Iblis) Lui chun?”
“Hemm..Beliau adalah salah satu di antara dua guruku yang sakti, kau mau apa?” Dara itu balas menjawab dengan kesal meskipun bibirnya masih tersenyum..
“Aah! Tak diyana kau murid orang itu, baiklah kami tidak sanggup melawanmu dan mengingat orang tua tersebut, maka kami tidak akan terus mendesakmu lagi. Tapi kami pasti akan menuntuk balas suatu saat nanti…” Sehabis berkata demikian, mereka bertiga berlalu dari situ sambil menggendong saudara seperguruan mereka.
Suasana kembali tenang. Tinggal ke dua orang itu yang ada. Si gadis memandang sang pria begitu juga sang pria. Tak seorangpun yang berani bicara untuk sekian lama, sampai akhirnya:
“Maafkan kelancanganku nona…” Pemuda tersebut berkata sambil tersenyum.
“Hmm, namaku Hong Er Yong, orang memanggilku Im Hong Sian Li, …kalau boleh tahu siapa nama tuan?” Gadis itu menjawab riang. Hakikatnya itu bukan jawaban karena tidak nyambung dengan permintaan maaf pemuda itu, tapi siapa yang peduli tentang itu.
Pemuda itu tertegun sejenak. Matanya menjelajahi gadis di depannya dari atas sampai ke kaki dengan tatapan yang penuh kekaguman. Namun pikirannya juga sedang bekerja, dia memang punya nama dan julukan, tapi tentu saja dia malu untuk memperkenalkan sendiri, namun pikiran itu segera di tepisnya dan menjawab:
“Eh..aku seorang pengelana biasa saja namaku Sian Lee…Eh, nona apa kau tadi menggunakan Hok Mo Cap Sha Kiam Sut? Darimanakah kau....”
“Lihat serangan, Haiiiiitt….!” Belum selesai dia berkata, gadis itu sudah menyerangnya dengan dahsyat dan tidak tanggung-tanggung. Payung gadis itu menyerangnya dengan gencar mengancam duapuluh enam titik di tubuhnya tanpa ampun.
Walau bingung ternyata Sian Lee tidak kurang waspadanya. Tubuhnya bergerak sebat dengan ilmu “Menjejak Angin, Mengejar Cahaya” yang sakti.
Dalam sekejap saja tubuhnya lenyap dari hadapan si gadis yang terkejut melihat ini. Namun hanya sedetik kemudian tangan kiri gadis itu kembali telah memegang pisau kecilnya yang melesat cepat mengarah ke belakang punggungnya tanpa dia berbalik. Lihai sekali, sampai Sian Lee juga berdecak kagum.
Si gadis menunggu sambil berbalik. Namun tidak terjadi apa-apa terhadap pemuda itu. Saat mereka kembali berhadapan, dia melihat pisau kecilnya telah di pegang oleh pemuda tersebut dengan tubuh pemuda tersebut masih tetap melayang sambil memandangnya dengan muka mendongkol
“Nona, tolong hentikan seranganmu, aku tidak bermaksud buruk, mengapa engkau menyerangku seperti ini?”
“Hem, kau mengetahui ilmu silatku, sudah tentu aku curiga bahwa kau adalah salah satu orang yang ingin merampas ilmu ini, benarkah?” Gadis itu menatap penuh selidik.
“Maafkan aku, memang aku sedang menyelidiki keberadaan kitab ilmu itu, bahkan bukan hanya itu, masih ada lagi delapan kitab yang lain untuk di kembalikan kepada pemiliknya yang sebenarnya…”
“Siapa pemiliknya yang sebenarnya..?” Kembali gadis itu bertanya dengan ketus.
“Pemilik sebenarnya adalah kakek sakti yang bertapa di Sian Thian San. Menurut beliau, salah satu muridnya yang murtad melarikan pusaka-pusaka tersebut dan menjadi rebutan di kang-ouw pada sepuluh tahun yang lalu.”
“Hem, apa kau pikir aku dapat percaya dengan mudah saja perkataanmu, siapa tahu ini cuma akal-akalanmu saja untuk menipuku?”
“Maaf nona Yong, kakek tanpa nama hanya berpesan padaku bahwa kalau ilmu-ilmu tersebut di gunakan untuk kebaikan dan kepentingan orang banyak maka aku tidak perlu mengambilnya, tapi kalau di gunakan untuk kejahatan maka aku wajib mengambilnya kembali bahkan kalau perlu mencabut ilmu itu…”
Gadis itu termenung sejenak akhirnya dia menarik nafas panjang dan berkata: “Aku tidak tahu apakah ilmu ini ku gunakan dengan baik atau tidak, tapi suhuku pernah berpesan bahwa akan datang seorang utusan dari Sian Thian San yang akan datang mengambil kitab tersebut dan aku diharus kan mengembalikannya.”
“Nona, aku sudah melihat sepak terjangmu, dan kurasa kau boleh terus memiliki kitab itu…anggap saja sebagai hadiah perkenalan kita, karena sejak turun gunung, kaulah gadis pertama yang aku temui, bagaimana?” Sian Lee berkata sambil tersenyum
Kembali Er Yong tersenyum: “Eh, kau mau kemanakah?...” Gadis itu kemudian dia balik bertanya sementara matanya yang bening menatap dengan tatapan kagum pemuda di depannya itu,
“Akhh, nona Yong…”
“Uhh, usiamu lebih tua dariku, lebih enak kalau kau panggil aku Yong-moi dan aku memanggilmu Lee-ko, bagaimana?” Potong Er Yong tanpa malu-malu dan dengan tatapan mata agak di sipitkan. Memang gadis ini tidak begitu mementingkan banyak aturan-aturan, sehingga tidak terlalu masalah.
“Baiklah Yong-moi, seperti yang ku katakan tadi aku hanyalah seorang pengelana yang bebas. Aku hanya ingin berkelana dan mengamalkan ilmu yang ku pelajari untuk menolong orang-orang yang membutuhkan, bagaimana dengan engkau sendiri Yong-moi?”
“Akupun sama saja Lee-ko, sudah setahun aku berkelana sehingga orang-orang kemudian menjulukiku Im Hong Sian Li. Hem, engkau juga perlu sebuah julukan yang bagus, dan rasanya tidak ada yang lebih cocok selain ….” Gadis itu terdiam sambil tangan kanannya meraba dahi tanda sedang berpikir keras.
“Eh, selain apa Yong-moi?” Sian Lee mendesak dengan penasaran.
“Mmmm…melihat keadaanmu, maka lebih cocok adalah Pengelana Tangan Sakti, bagaimana?"
“PENGELANA TANGAN SAKTI?....hahaha, tampaknya bagus juga, terima kasih Yong-moi, sekarang kau mau ke manakah?”
Gadis itu tidak menjawab pertanyaannya, tapi kemudian dia berkata:
“Baiklah Lee-ko, kita berpisah sampai di sini, aku masih ada urusan lain yang harus ku kerjakan, sampai jumpa lagi…” Dalam sekejap bayangan gadis itu sudah melesat meninggalkannya dan membuat pemuda tersebut termenung.
Menghadapi kepergian gadis itu, entah mengapa hatinya tiba-tiba merasa hampa sekali seperti kehilangan sesuatu. Tapi tak lama kemudian dia segera sadar dan melanjutkan perjalanannya.
---------------------------------------
Empat hari kemudian sampailah dia di sebuah lembah yang tidak berpenghuni. Tidak ada yang menarik dengan lembah tersebut selain dinding-dindingnya yang curam dengan di kelilingi pohon-pohon yang lebat. Yang membuatnya tertarik adalah suara tertawa aneh yang bertenaga dalam tinggi yang di dengarnya dari jarak duapuluh li.
Segera dia menuju kesana dan benar saja. Dari balik pepohonan dia melihat lima orang aneh yang saling berhadapan. Setelah di perhatikan tampaknya mereka sedang memperebutkan seorang anak berusia sepuluh tahun. Tampak tempat itu telah porak poranda. Pepohonan saling tumpang tindih dan masih tampak bekas-bekar pukulan.
“Hehehehe…Kui Coa Lo Mo (Iblis Tua Ular Sembilan), apa kau masih tidak mau mundur?” Seorang kakek aneh membentak marah. Tubuhnya tinggi kurus tapi seluruh muka dan tangannya di penuhi jarum-jarum seperti Landak.
“Hemm, Tok Ciam Jian Sin Kui (Iblis Sakti Seribu Jarum Beracun), melindungi diri sendiri saja kau hampir semaput, masih juga mau menggertakku…hohoho, aku takkan mundur sedtapakpun.” Balas kakek yang di panggil Kui Coa Lo Mo itu.
“Bagaimana dengan kalian? Apa kalian juga masih berkeras kepala?...” Kembali Tok Ciam Jian Sin Kui membentak sambil matanya menyapi dingin ke arah ke tiga lawan yang lain.
“Aku, Hwee Tok Ciang Kui cu (Si Iblis Tangan Racun Api), takkan mundur…Sin-Tong (Anak Ajaib) itu harus ku dapatkan…?” Seorang kakek yang lain dengan tangan yang merah membara membentak marah juga.
“Hihihihihi…jika kita sepakat Tok Ciam Jian Sin Kui, rasanya kita berdua cukup untuk menyapu kedua bangkotan bau tanah ini...” Seorang nenek yang memiliki wajah tertutup rambutnya yang riap-riapan panjang menyahut dengan suara yang seram. Dia bukan lain adalah Kiam Ci Kui Sian Li (Bidadari Iblis Berjari Pedang)
Tok Ciam Jian Sin Kui menatap dengan wajah setengah di miringkan terhadap Kiam Ci Kui Sian Li. Otaknya yang licik segera bekerja.
“Heheh…baik…baik…mari kita berdua singkirkan kedua tikus tanah ini…tapi bagaimana dengan kau Hek Hiat Bong Kui (Iblis Kubur Berdarah Hitam)” Sahutnya sambil menatap seorang kakek berjubah hitam yang msih belum mengeluarkan suara.
Semua mata memandang kepadanya dengan dengan pandangan mengancam. Tapi Hek Hiat Bong Kui tidak mengublis mereka. Matanya tetap tertuju pada anak tersebut. Dia menginginkan anak itu sendiri, tujuannya ialah untuk memperdalam ilmunya dengan darah anak tersebut. Perhatiannya sedang terfokus penuh untuk merebut anak tersebut, maka tidak dia perhatikan ke empat lawannya.
Keempat lawannya memperhatikannya dengan tatapan curiga. Tiba-tiba Hek Hiat Bong Kui mengeluarkan suara seperti orang menangis, sangat lirih namun ternyata menggetarkan seluruh yang ada sehingga mendatangkan perasaan mengidik jika orang biasa yang mendengarnya. Tangannya bergerak cepat melemparkan enam belas bom asap beracun ke tanah yang langsung menyebarkan bau nyengit orang mati. Asap tebal langsung menutupi area pertarungan tersebut.
Semua orang terkejut karena asap beracun itu sangat tebal sekali. Mereka melihat Hek Hiat Bong Kui telah lenyap dari tempatnya berdiri. Tanpa pikir panjang Kui Coa Lo Mo menggerakkan senjata sembilan ular ampuhnya ke arah kepulan asap untuk menjaga agar jangan sampai lawan kabur. Sementara dari sebelah depan Tok Ciam Jian Sin Kui juga sudah menggerakkan jurus “Taburan seribu jarum iblis” yang dahsyat unguk mencegah kalau-kalau hek hiat Bong kui melarikan diri.
Walau serangan mereka dahsyat, namun mereka masih tetap menjaga arah serangan mereka sehingga tidak mencelakakan anak yang menjadi rebutan mereka.
Sementara Hwee Tok Ciang Kui cu dan Kiam Ci Kui Sian Li juga telah mengibaskan tangan mereka untuk mengusir asap yang tebal sedangkan dari sebelah luar. Tampaknya mereka lebih berhati-hati daripada ke dua “sekutu” mereka yang nekat itu..
Terdengar jeritan kesakitan dari Hek hiat bong kui. Sementara Kui Coa Lo Mo dan Tok Ciam Jian Sin Kui juga merasakan hal yang sama. Serangan mereka tiba-tiba terpental balik oleh sesuatu kekuatan yang maha dahsyat. Dalam kekagetan mereka terpaksa melompat mundur dengan segera.
Setelah asap itu lenyap perlahan-lahan, tampaklah pemandangan yang membuat kaget semua orang.
Anak ajaib yang mereka perebutkan tadi sudah lenyap. Justru yang tampak adalah Hek hiat Bong Kui yang terduduk di tanah dengan nafas tersegal-segal hampir tak percaya dengan apa yang di alaminya.
Apakah sebenarnya yang terjadi? Ternyata itu adalah pekerjan Sian Lee. Dia mempergunakan saat mana asap menyebar dengan tebal dan saat perhatian ke lima orang itu di tujukan kepada si anak ajaib tersebut, dia menyelinap di antara keredapan serangan ke dua iblis itu yang di tujukan kepada Hek-hiat bong kui.
Saat dia tiba di dalam kepungan asap beracun itu, di lihatnya si anak ajaib itu duduk di atas tanah sambil tertotok. Sementara hek hiat bong kui juga sedang mengulurkan tangan untuk merampas anak itu..
Perbuatan Sian Lee yang hendak mengambil anak tersebut telah tertangkap oleh mata hek hiat bong kui yang sedang melayang ke udara. Dengan cepat iblis itu sudah ada di hadapannya. Sian Lee pikir waktu sudah tidak keburu lagi, kalau melayani iblis itu lebih lama lagi, maka asap akan segera buyar dan itu berarti dia harus bertempur melawan lima orang yang tangguh. Saat itulah kedua serangan Sementara Kui Coa Lo Mo dan Tok Ciam Jian Sin Kui menyusul tiba.
Berpikir sampai di sini, tak ayal lagi segera di kerahkannya jurus ke tiga dari ilmu Pat Sian Giam Lie Ciang (Tarian Maut Delapan Dewa) yang bernama Bu Eng In Sian Ciang (Telapak Dewa Awan Tanpa Bayangan). Hek hiat bong kui terkejut setengah mati ketika tubuh pemuda itu sudah ada setengah jengkal di depan wajahnya. Cepat dia pukulkan tangannya ke depan dengan pengerahan tenaga dalam tinggi, namun tidak tahu bagaimana, pemuda itu bergerak sangat cepat sekali, tahu-tahu sudah berada di belakangnya. Anehnya, dia masih tetap merasakan totokan yang dahsyat tepat mengenai jalan darah di dada dan di sekitar tulang iganya.
Saat itu juga di lihatnya tangan pemuda itu bergerak mengibas dua kali sehingga mementalkan semua serangan senjata-senjata Kui Coa Lo Mo dan Tok Ciam Jian Sin Kui yang mengancam dirinya. Saat asap beracun itu sirna, Hek Hiat bong kui mendapati dirinya tertotok diam di atas tanah.
Keempat iblis yang lain segera mengerubutinya dengan tatapan heran, tapi juga mengancam melihat kondisi Hek hiat bong kui.
“Hem, Hek hiat bong kui…kau berani main gila apa?...” Bentak Tok Ciam Jian Sin Kui dengan marah.
Mereka hendak mengerubuti Hek Hiat Bong kui yang terlihat tak berdaya, tapi tiba-tiba melayanglah selembar daun kecil yang baru saja habis di petik. Hwee Tok Ciang Kui cu segera menyambarnya dan membacanya.
“Maaf, anak ini ku bawa pergi, Pengelana Tangan Sakti”
Diam-diam keempat iblis itu terkejut. Pada masa itu nama 5 Iblis Langit sangat terkenal, di samping 5 Siluman Bumi. Sepuluh tahun yang lalu mereka berlumba dengan para tokoh-tokoh golongan hitam dan putih lainnya dan berhasil mendapatkan 2 kitab dari sembilan kitab yang ada. Sementara yang dua lagi jatuh ke tangan 5 Siluman Bumi. Mereka menawan satu siucai untuk membaca kitab itu di hadapan mereka sehingga kepandaian mereka meningkat dengan pesat dan menjadi datuk-datuk iblis golongan hitam yang berkepandaian tinggi. Mereka kemudian membunuh siucai tersebut dan memusnahkan kedua kitab pusaka.
Saat mengamati tulisan yang begitu halus, mereka segera sadar bahwa itu di tulis oleh seorang yang bertenaga dalam yang sangat sempurna sekali.
Mereka sekalipun belum tentu bisa berbuat sebaik ini. Tanpa banyak bicara, mereka semua segera berpencar mengambil jalan masing-masing meninggalkan tempat tersebut.
Sayang Sian Lee tidak sempat bertempur dengan mereka, karena kalau ada, pasti dia sudah mengetahui keberadaan ke dua ilmu yang dia sedang cari-cari tersebut.
Sian Lee melesat membawa anak yang di sebut anak ajaib itu ke atas sebuah puncak gunung yang tinggi. Setelah di rasa cukup jauh dari kelima iblis tersebut dia meletakkan anak itu dan membebaskan totokannya.
“Adik kecil, siapakah namamu?”Tanya Sian Lee penuh selidik.
Anak itu segera menjatuhkan diri bertelut sambil mengucapkan terima kasih.
“Budi in-kong sungguh setinggi langit, ijinkanlah siauw –tee melayani in-kong.”
“Hem, berdirilah.. …sekarang ceritakan, mengapa kau sampai di perebutkan para iblis tersebut.”
Sebenarnya Sian Lee tidak perlu bertanya sebabnya. Pandangan matanya yang tajam dapat melihat bakat yang amat baik dalam diri anak itu. Ketika tadi dia meraba-raba tulang anak itu, dia merasakan suatu aliran hawa yang kuat mendesak-desak. Tapi dia diam saja sambil menunggu penjelasan anak itu.
Maka berceritalah anak itu. Namanya Bu Beng (Tanpa Nama). Dia tidak tahu siapa ayah bundanya, karena sejak kecil dia telah di pelihara oleh sepasang suami-istri tua yang berjuluk Hek Liong Siang cu (Sepasang Naga Hitam) yang tinggal di perairan laut Po Hai, tapi kedua kakek suami istri itu telah mati karena usia tua dan meninggalkan dia sejak berumur 7 tahun. Hanya saja sebelum kematian mereka, kedua suami istri itu sudah mengajar nya ilmu silat bahkan menyalurkan seluruh tenaga murni mereka padanya.
Selama dua tahun dia terlunta-lunta sampai ada pertikaian para tokoh-tokoh persilatan yang sedang memperebutkan mestika Jamur Api pada se tahun yang lalu yang kabarnya sanggup melipatgandakan tenaga sakti. Dalam pertikaian tersebut entah bagaimana Jamur Api tersebut telah di makan olehnya sehingga orang-orang kemudian mengejarnya dan menyebut dia sebagai Sin-Thong (Anak Ajaib). Demikianlah anak itu menuturkan riwayatnya.
“Hem, adik kecil, sekarang setelah terbebas dari para iblis-iblis tersebut apa rencanamu, kau mau ke manakah?"
Bu Beng tiba-tiba menjatuhkan diri bertelut dengan muka menyentuh tanah.
“Siauw-tee tidak punya siapa-siapa lagi, kalau toako berkenan, ijinkan siauw-tee memanggilmu suhu dan ikut engkau kemanapun juga…”
Sian Lee tertarik dengan anak ini. “Baiklah aku suka menerimamu. Mulai sekarang engkau akan memakai nama “Sian” di depan namamu jadi menjadi Beng Sian…karena kau sudah memiliki dasar-dasar silat yang cukup baik, aku akan menurunkan dua ilmu sakti padamu…Jika kau berlatih dengan tekun, tidak ada lagi orang yang akan yang akan dengan mudah menganiayamu” Kata Sian Lee dengan tersenyum.
Demikianlah selama tiga bulan Sian Lee tinggal di bukit itu dan mengajarkan Beng Sian dua ilmu yaitu salah satu jurus dari Pat Sian Giam Lie ciang yang bernama Hok Liong Hwee Sian ciang (Telapak Dewa Api Penakluk Naga) dan ilmu meringankan tubuh yang di sebut Hui Eng Cu. Pada dasarnya Pat Sian Giam Lie Hong hanya terdiri dari delapan jurus saja, namun delapan jurus ini dapat di latih sendiri-sendiri dan memiliki kembangan yang luas dan banya karena merupakan inti jurus yang di gabungkan dari berbagai ilmu silat yang ada sehingga hebatnya bukan kepalang. Sehingga suatu keuntungan bagi Beng Sian bisa melatih salah satu dari pada ilmu itu.
Keuntungan dari Beng Sian adalah karena dalam tubuhnya sudah mendekam kumpulan tenaga sakti yang di hasilkan dari Jamur Api, sehingga walaupun umurnya baru sepuluh tahun, tapi Sian Lee melihat bahwa tenaganya sudah cukup menunjang untuk memainkan ilmu dahsyat tersebut.
Tiga bulan kemudian, setelah memberi petunjuk secukupnya Sian Lee menyuruh anak itu untuk terus berlatih sendiri di tempat itu sampai menguasai dengan baik ke dua ilmu tersebut, setelah itu barulah dia boleh mencari Sian Lee. Beberapa hari kemudian Sian Lee kembali melanjutkan perjalanan.
---------------------
Suatu hari Sian Lee tiba di kota Hang Chou. Kota ini sangat ramai di kunjungi oleh para pendatang dari berbagai daerah. Karena lapar, Sian Lee segera memasuki sebuah rumah makan yang di lihatnya tidak terlalu penuh.
Saat dia masuk, tampak di salah satu sudut ada satu tempat yang kosong. Segera dia menuju ke tempat tersebut dan memanggil pelayan yang segera datang tergesa-gesa melayaninya.
“Tuan mau pesan apa?” Tanya pelayan ini sambil tersenyum.
“Bak-mie goreng, cap cay dan ayam bakar satu” Sian Lee menjawab sambil tersenyum juga. Pelayan itu pergi dan tak lama kemudian sudah kembali sambil membawa pesanannya. Segera Sian Lee makan dengan lahapnya.
Saat dia sedang makan, tiba-tiba mengepul asap di luar. Seekor kuda merah yang gagah berhenti di depan rumah makan tersebut. Sang majikan ternyata adalah seorang gadis yang memakai sebuah kerudung menutupi wajahnya. Sian Lee tidak ambil perduli, tapi ketika gadis itu melangkah memasuki rumah makan itu dan menuju ke arah tempat duduknya. Ya, karena memang hanya di tempat duduknyalah yang belum penuh. Sian Lee lalu memperlambat makannya.
Ketika gadis itu melewati satu meja yang terdapat enam orang kasar. Sambil tertawa-tawa dan berbisik, salah satu tangan dari orang yang paling dekat dengannya terulur meremas bokong sang gadis. Mendapat perlakuan demikian, sang gadis naik pitam, dan akibatnya memang sangat buruk. Entah bagaimana tubuh orang iru sudah terlempar bagai daun kering ke luar jendela dengan tangan tertinggal di lantai.
“Huh, nona kau kejam sekali…” Bangkit berdiri seorang di antara enam orang itu sambil membentak di ikuti keempat temannya yang lain yang segera berdiri dan mengurung
“Eh, gadis liar kurang ajar berani kau berlagak di depan kami…” Seru salah seorang temannya yang marah. Tampaknya mereka belum sadar dengan apa yang baru saja di perbuat oleh gadis itu.
Ekspresi wajah gadis tersebut tidak tampak di balik kerudungnya, tapi dari sinar matanya yang berkilat-kilat, maka dapat di pastikan bahwa gadis tersebut sudah marah sekali.
“Manusia-manusia bosan hidup…rasakan tangan nonamu ini…” Nona itu bergerak dengan sangat cepat, sehingga akibatnya ke lima orang tersebut terlempar keluar bagai daun kering ke luar jendela.
“Pucuk di cari, ulam tiba…hehehe, setelah sekian lama ternyata kitb itu ada padamu, bagus…bagus…nona serahkan kepadaku kitab yang ada padamu?” Tiba-tiba seorang kakek bongkok bercaping lebar yang duduk di sudut ruangan bergerak dan di lain saat telah berada di depan gadis itu.
“Hehehe, Siluman Bongkok, enak saja kau, apa kau kira aku akan diam saja, kitab itu harus menjadi milikku…?” Tiba-tiba dari arah pintu melayang seorang kakek kurus yang memiliki bentuk daun telinga yang besar seperti babi. Sambil membawa sebuah garukan.
“Hah, Siluman Babi Sakti, kau mau berebut denganku? Bosan hidup…” Kembali siluman bongkok itu membentak dengan marah, tapi kemudian dia menahan dirinya sambil memandang gadis tersebut.
“Nona, segera keluarkan kitab yang ada padamu dan serahkan pada kami?”
“Huh, kitab apa yang kau maksudkan, aku tidak mengerti?” Suara gadis itu merdu sekali menyahut dengan nyaring.
“Mata kami tidak buta, tadi kau menggunakan ilmu yang aneh, kami tahu itu pasti salah satu ilmu dari kitab-kitab wasiat dewa…cepat serahkan…” Seru siluman Babi Sakti dengan nada mengancam
“Enak saja, apa kau punya kemampuan…?” Gadis itu menantang.
“Kenapa tidak…heheheh…” Belum habis suaranya tiba-tiba siluman bongkok sudah melesat ke depan mencengkeram ke arah dada gadis itu, sementara tangannya menotok ke arah pusar dan iga si gadis.
Hebat sekali serangan ini. Semua orang berseru kuatir, terlebih Sian Lee. Segera dia hendak membantu, tapi dilihatnya si gadis bergerak cukup cepat sehingga dapat menghindar dari serangan ganas lawan, sekali dia menggerakkan tangan ke arah pinggang maka di tangannya telah tergenggam sebatang pedang panjang yang lemas. Dia lalu balas menyerang dengan tak kalah hebatnya.
“Hohoho…Siluman Bongkok, akhirnya kena batunya juga kau….” Siluman Babi Sakti balik mengejek kawannya.
Siluman Bongkok itu mendengus dan segera mengerahkan ilmu andalannya yang di sebut “Pat He Pek Kut Jiauw (Cakar Tulang Putih Delapan Siluman) yang dahsyat. Ilmu ini adalah gubahannya sendiri berdasarkan ilmu-ilmu dari kedua kitab wasiat dewa yang di dapat olehnya dan keempat rekan silumannya sepuluh tahun yang lalu.
Hebatnya bukan main, apalagi setelah di tambah dengan hawa-racun tulang-tulang manusia yang di pakai sebagai tempat latihan.
Dari tangannya berkeredapan bayangan-bayangan cakar yang mengeluarkan suara mencicit tajam menyerang dari atas seperti burung rajawali mengarah ke seluruh bagian-bagian tubuh rahasia dari gadis tersebut. Setelah mengamati sejenak, Sian Lee terkejut karena melihat bahwa dasar-dasar ilmu cakar itu adalah dari kitab Cui Beng Sian Ciang (Tangan Dewa Pengejar Roh) dan kitab Kim Tiauw Sian Kang (Tenaga Dewa Rajawali Emas).
Namun, gadis itu melawan dengan tak kalah hebatnya. Gerakan pedang lemasnya liukan tubuhnya, gaya ilmu silatnya dan pancaran tenaganya adalah pengerahan tingkat tinggi dari dalam kitab ilmu Thian Liong Sip Pat Kiam sut (Delapanbelas Pedang Naga Langit).
Pertempuran tersebut berlangsung seru. Limapuluh jurus telah lewat tapi keadaan masih tetap sama kuat. Melihat ini Siluman Babi Sakti perlahan menggenggam tongkat garukannya dan melangkah maju hendak membantu temannya, tapi tiba-tiba suatu suara mengejek terdengar dari samping.
“Heh, Manusia babi, kau adalah tokoh besar yang sakti, apa kau tidak malu mau mengeroyok seorang gadis…” Tampak seorang pemuda pelajar seperti seorang siucai telah berdiri dan melangkah ke depan Si Siluman babi tersebut sambil tersenyum.
“Eh, kutu buku bosan hidup…cari mati kau…” Siluman babi sakti tampak marah dan mengangkat tangannya menampar pipi pemuda itu. Tapi si pemuda segera mengangkat tangannya menangkis. Terjadi adu tenaga dan keduanya terdorong mundur satu langkah. Tampaknya tenaga mereka berimbang.
Siluman babi terkejut. Tahu lawannya tidak bisa di pandang enteng, segera mengangkat senjatanya dan menyerang dengan gencar. Sian Lee mengamati dasar ilmunya juga sama dengan Si Siluman Bongkok
Si pemuda tidak mandah saja di serang. Tangannya bergerak ke balik jubahnya dan di lain saat dia sudah memegang sepasang poan-koan-pit yang ujung kuasnya terbuat dari kuas perak dan emas. Segera siucai itu balas menyerang.
Ternyata Ilmunya hebat. Sian Lee yakin seratus persen bahwa itulah ilmu dari kitab Hong In Sian Pit Ciang (Pukulan Pit Dewa Awan Angin) yang dahsyat.
Siucai itu dapat memainkan kedua senjatanya itu dengan dahsyat menandingi siluman babi tersebut.
Tempat itu sudah porak poranda. Pemilik rumah makan tampak meringkuk di sudut ruangan sedangkan orang-orang yang tadinya sedang makan sudah lari keluar semua. Tertinggal Sian Lee di sudut ruangan yang mengamati mereka yang sedang bertarung.
Setelah sekian lama pertempuran tersebut tampak seimbang. Mereka telah mengerahkan jurus-jurus yang paling ampuh. Sian Lee berdiri perlahan kemudian berjalan ke tengah arena.
Saat itu si bongkok sedang menyerang dengan jurus “Delapan Cakar membetot sukma”, tubuhnya seolah-olah terbagi delapan dengan enambelas tangan yang menyerang dengan berbagai jurus dahsyat. Sementara si gadis berkerudung itu juga telah mengerahkan jurus ke delapanbelas yang bernama “Delapanbelas Naga Mengamuk Mendobrak Langit”. Pedangnya bergerak lambat tapi sangat cepat sekali tibanya. Hawa pedang yang tajam mendesak ke semua penjuru dalam setarikan nafas. Ini adalah pengerahan jurus antara hidup dan mati dari mereka berdua.
Dalam situasi inilah tubuh Sian Lee melayang ke arah pertarungan mereka. Tubuhnya bergerak seperti bayangan yang mengelilingi dan menyusup-nyusup di antara amukan serangan kedua orang itu sambil mengerahkan jurus kedua dari ilmu Pat Sian Giam Lie Ciang, yaitu: Chit Hai Sui Sian Ciang (Telapak Dewa Air Tujuh Samudra). Dalam waktu sepersekian detik semua serangan-serangan ke dua orang itu yang saling berbelit tampak redam di bawah tekanan gelembung-gelembung air padat yang keluar dari tangan Sian Lee.
Mereka terdesak ke belakang, dan dalam saat yang hampir bersamaan juga terdengar seruan kaget dari si Siluman Babi Sakti dan Si Siucai. Mereka juga sudah terpisah.
Saat mereka memandang ke tengah ruangan, tampak seorang pemuda tampan berpakaian putih dengan rompi harimau putih yang gagah telah berdiri di tengah mereka.
“Lancang…Siapa kau, berani mencampuri urusan kami?” Siluman Babi Sakti berseru sambil memandang dengan mata mendelik marah.
“Aku Pengelana Tangan Sakti…kita memang belum saling kenal, tapi kalian berdua telah berhutang kepadaku…?” Jawab Sian Lee dengan suara tenang.
“Hweleh…hweleeeh…bocah sombong, hutang apa yang kau maksudkan? Apakah kau tidak tahu berhadapan dengan siapa? Siluman Bongkok bertanya dengan penasaran.
“Dua kitab Cui Beng Sian Ciang (Tangan Dewa Pengejar Roh) dan kitab Kim Tiauw Sian Kang (Tenaga Dewa Rajawali Emas)….!” Kembali Sian Lee menjawab dengan suara tenang. Sementara ke dua siluman di depannya itu tampak terkejut.
“Kalian sudah memiliki kitab itu selama sepuluh tahun, jika saja ilmu itu di gunakan untuk kebaikan, maka kalian lulus ujian sebagai pemilik sejati yang di pilih oleh ilmu-ilmu tersebut, tapi ternyata kalian tidak lulus maka kalian harus mengembalikan ilmu tersebut…” Sian Lee melanjutkan penjelasannya.
“Huh, kitab itu sudah lama kami bakar, kau tidak akan bisa mendapatkannya lagi…hahahaha…”
Siluman Babi Sakti menjawab sambil tertawa.
“Baiklah, aku memang harus mencabut ilmu itu dari kalian…”
“SOMBONG…kau mengandalkan apa? Makan Garpuku…” Siluman Babi Sakti segera menggerakkan senjatnya menyerang diikuti oleh Siluman Bongkok.
Sian Lee sudah menyaksikan ilmu mereka, setelah menghindar sampai duapuluh jurus, Sian Lee balas menyerang.
“Kalian merusak keaslian dan kemurnian ilmu-ilmu tersebut. Lihatlah, aku akan mengalahkan kalian dengan kedua ilmu tersebut…Heaahh…”
Kedua lawannya terkejut ketika melihat pemuda itu menyerang mereka dengan Cui Beng Sian Ciang yang asli. Di tangan pemuda itu ilmu tersebut menjadi dahsyat berpuluh kali lipat.
Setelah memainkan habis Cui Beng Sian Ciang, Sian Lee merubah dengan Kim Tiauw Sian Kang yang menyambar-nyambar dari atas. Kedua datuk siluman sesat tersebut tampak mulai terdesak.
Apalagi saat Sian Lee mulai memainkan kedua ilmu tersebut secara bergantian. Mereka tak sanggup bertahan lama.
Telapak tangan pemuda tersebut bergerak bagaikan kilat yang mengurung rapat tanpa celah ke arah mereka. Melihat bahwa mustahil bagi mereka memperoleh kemenangan, mata mereka mulai melirik kesana-kemari untuk mencari jalan melarikan diri. Tapi Sian Lee tidak membiarkan ke dua buruannya lolos.
Siluman Babi Sakti tiba-tiba membanting sesuatu di lantai ruangan itu sehingga menimbulkan asap tebal. Tapi Sian Lee sudah pernah menghadapi tipuan begini. Tubuhnya berputaran cepat dengan ilmu ‘Menjejak Angin, Mengejar Cahaya” yang menimbulkan pusaran kuat yang mengusir asap tersebut dalam sekejap. Sehingga kedua siluman itu tetap terkurung.
Akhirnya, sian Lee mengakhiri serangannya dengan jurus “Rajawali Sakti Menggempur Lautan” . Tangan dan kakinya bergerak cepat bagai kitiran menyerang dari atas saling susul-menyusul. Ilmu ini tampak sederhana, tapi tenaga yang terkandung di dalamnya menekan ke dua datuk siluman itu sehingga tidak bias berbuat apa-apa.
Keduanya terlempar ke belakang menabrak dinding dan jatuh dengan tubuh pingsan. Dan Tian mereka telah di rusak oleh Sian Lee. Untuk seterusnya, kedua orang itu tidak lebih daripada manusia biasa yang tiada kepandaian sama sekali.
Sian Lee mengeluarkan satu tail emas yang di lemarkan kepada pemilik rumah makan tersebut.
“Paman, saya rasa ini cukup untuk mengganti kerugian paman…maafkan kami yang telah membuat keributan…” Pelayan itu menyembah dengan kepala terantuk-antuk sampai ke tanah sambil mengucapkan terima kasih. Tapi Sian Lee sudah mengalihkan perhatian pada si gadis dan si siucai.
Segera si siucai menjura dengan hormat: “Taihiap, namaku Kai Ong, terima kasih atas bantuanmu, kau sungguh sangat hebat…”
“Akh…segala kepandaian kucing kaki tiga begitu buat apa di banggakan…kalianlah yang luar biasa…meskipun punya kepandaian tinggi, tapi tidak sombong. Tampaknya kedua ilmu itu berjodoh dengan kalian…”
“Eh, apa maksudmu?” Kali ini suara si gadis berkerudung itu yang terdengar. Kedua pemuda itu tertegun. Suara itu begitu merdu dan nyaman di dengar.
“Aku tahu Thian Liong Sip Pat Kiam sut dan Hong In Sian Pit Ciang ada pada kalian. Aku membawa amanat pemilik kitab-kitab wasiat dewa tersebut untuk mengumpulkan kembali kitab-kitab tersebut, tapi aku melihat bahwa kalian mempergunakan ilmu-ilmu itu dengan baik, maka aku putuskan untuk tetap memberikan kedua ilmu tersebut pada kalian…. Namaku Sian Lee, sampai jumpa lagi” Sian Lee tidak banyak cakap lagi dan segere melesat bagai asap, lenyap dari tempat itu.
“Orang muda yang hebat…sayang dia cepat pergi…” Seru Kai Ong dengan suara menyesal, tapi dia segera berbalik menghadap gadis berkerudung itu.
“Nona, maafkan kelancanganku yang mencampuri urusanmu tadi, bolehkan aku mengenal nama nona yang mulia?”
“Lian Giok Hui, namaku Lian Giok Hui…tidak apa, aku justru sangat berterima kasih dengan bantuanmu…tapi permisi karena aku tidak bisa menemani lebih lama lagi. Aku harus pergi, selamat tinggal…kai Ong!” Gadis itu melayang ke luar sambil bersuit nyaring. Tak lama kemudian terdengar suara kuda yang di larikan cepat ke arah selatan.
Tamat

http://sianthiansan.blogspot.com/2013/04/pengelana-tangan-sakti-1.html

Ratu Kidul


Nyi Roro Kidul masuk Islam


Mas Habib Chirzin, mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah, pernah punya pengalaman menarik. Sewaktu berada di Mekkah, ia bertemu dengan Raja Ternate. Dan raja itu membawa berita amat menarik. Katanya, di Mekkah ia bertemu dengan Nyi Roro Kidul yang sedang melaksanakan ibadah haji. Gelar haji Nyi Roro Kidul adalah Hajjah Syarifah.

Berita Nyi Roro Kidul yang sudah hajjah ini ternyata sudah lama tersebar di antara orang-orang Jawa yang punya “linuwih”. Dan apa yang diceritakan Raja Ternate kepada Habib Chirzin ini ternyata dibenarkan orang-orang linuwih itu. “Benar, Mas. Saya juga sudah diberitahu bahwa Kanjeng Ratu sudah naik haji dan bernama Hajjah Syarifah,” kata Mbak Ajeng, seorang wanita yang mengaku sering berkomunikasi dengan Nyi Roro Kidul.

Dampak berita Nyi Roro Kidul masuk Islam ini luar biasa di kalangan orang-orang Jawa yang masih mempercayai legenda sang nyai. Di lereng Gunung Lawu –gunung yang dikenal sebagai tempat para dukun sakti– dukun-dukun wanita kalau mau menghadap Nyi Roro Kidul akan memakai pakaian muslim lengkap dengan jilbabnya. Mereka merasa malu kalau pakai kemben atau kebaya yang dianggapnya belum mencerminkan busana muslim.

Dampak lanjutannya: karena orang-orang linuwih menyatakan bahwa Nyi Roro Kidul masuk Islam, maka orang-orang Jawa yang tinggal di sekitar Gunung Lawu mulai belajar Islam. Pada waktu saya berkunjung ke sebuah desa di lereng Gunung Lawu, memang terlihat orang-orang tua di sana sudah banyak yang memakai jilbab.

Lepas dari benar-tidaknya “berita” itu, cerita masuk Islamnya Nyi Roro Kidul seakan membenarkan tesis Ricklefs bahwa sejarah Islamisasi di Jawa sangat kompleks. Sejak Islam datang ke Jawa 600 tahun lalu, banyak sekali kejutan dalam proses Islamisasi di Jawa dan kondisi itu terus berjalan secara tidak linier. Memang sulit membayangkan bagaimana proses Islamisasi muncul dengan kisah mistis macam itu. Tapi, faktanya, hal itu terjadi dan dampaknya sangat fenomenal dalam kehidupan orang Jawa.

Berita masuk Islamnya Nyi Roro Kidul dan dampaknya terhadap proses Islamisasi yang mengejutkan mungkin –dalam fase tertentu– mirip dengan jadi santrinya Pak Harto. Peneliti Islam Jawa dari Barat niscaya tidak bisa membayangkan, bagaimana priayi abangan (Geertz) semacam Pak Harto yang juga abangan military general (Samson) tiba-tiba membangun masjid megah At-Tien di Taman Mini dan membangun 999 masjid di seluruh Indonesia melalui Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila-nya.

Di sisi lain, cerita masuk Islamnya Nyi Roro Kidul yang sangat tidak rasional itu menunjukkan, tesis Wright Mills bahwa kekuatan modernisasi dan sekularisasi akan menyapu mistisisme dan sakralisme dari kehidupan manusia pasca-Renaisans ternyata tidak terbukti. Pippa Noris dan Ronald Inglehart dalam bukunya, Sacred and Secular –Religion and Politics Worldwide, mengulas bagaimana para pemikir besar seperti Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim, Max Weber, Karl Marx, dan Sigmund Freud yang memprediksi bahwa agama akan hilang setelah munculnya masyarakat industri sekarang harus melihat kenyataan sebaliknya. Agama ternyata makin hidup dan merobohkan teori-teori dasar sekularisasi yang meramalkan habisnya sakralisasi di dunia modern.

Di sebuah desa di Lampung, misalnya, Majelis Ulama Indonesia pernah bercerita bagaimana “jin-jin” berperan besar dalam mengkristenkan masyarakat desa di sana –sebagaimana Nyi Roro Kidul mengislamkan orang-orang abangan di lereng Gunung Lawu. Di Eropa, Amerika, Jepang, bahkan di Cina, antusiasme masyarakat dalam mengikuti agama makin kuat. Pada saat ini, di abad ke-21, meminjam istilah Nancy Rosenblum, kewajiban berkewarganegaraan makin bergesekan dengan kewajiban keberimanan. Di Jepang, peluncuran mobil model terbaru Mazda, misalnya, pernah dilakukan di kuil dengan persembahan model agama Shinto kuno.

Melihat kondisi ini, Berger mau bersikap jujur. Ia sempat mengungkapkan, tidak ada salahnya jika para sosiolog mengakui bahwa teorinya salah. “Toh, kita ini sosiolog yang kesalahannya akan lebih mudah dimaafkan dibandingkan dengan kesalahan para teolog,”tulis Berger (Sekularisasi Ditinjau Kembali, Pustaka Alvabet, 2009).

Dari gambaran tersebut, cerita aneh Nyi Roro Kidul masuk Islam di atas bukanlah sesuatu yang mengada-ada. Cerita itu muncul berbarengan dengan tumbuhnya transisi pemikiran yang mulai menyangkal teori-teori sosiologi yang selama ini dianggap modern. Fenomena ini ternyata tak hanya muncul di Jawa, melainkan juga di seluruh dunia. Agama kembali bangkit dan membuktikan eksistensinya di tengah gempuran teori sosiologi modern yang menihilkannya.

http://mualaf-alhamdulillah.blogspot.com/2012/04/nyi-roro-kidul-masuk-islam.html





PUTERI GUNUNG LEDANG DAN RATU KIDUL

RASANYA elok jika dua tokoh di alam fantasi ini kita gandingkan. Ratu Kidul ada kaitan dengan kerajaan Mataram, ada kaitan dengan Pangeran Senopati. Anak raja ini berakit di Sungai Opak hingga sampai ke Laut Selatan, dia tersadai di pantai.
Sebaik sedar, dia lihat ada seorang puteri cantik berpakaian serba hijau muda hadir di sisinya. Terjadilah perbualan singkat di antara keduanya. Pangeran jatuh hati melihat kecantikan Ratu Kidul. Kata Ratu Kidul, Senopati tidak perlu bimbang, ambisinya untuk naik takhta di Mataram adalah cerah.
Ratu Kidul sedia membantu Senopati melaksanakan cita-citanya sekiranya Mataram bakal diserang oleh negara jirannya.
Maka Ratu Kidul menawarkan diri untuk membantu Senopati bila-bila masa sahaja kerana Ratu Kidul akan siap sedia dengan bala tenteranya yang terdiri daripada para jin, peri, lelembut setanah Jawa, mambang dan apa sahaja makhluk halus baik jin besar atau jin kecil.
Bagaimana hendak mendapatkan bantuan itu?
Ratu Kidul memberitahu, senang sahaja, Senopati perlu berdiri, hadapkan wajah ke langit, seru nama Ratu Kidul, katakan bahawa Senopati dalam kecemasan, negeri akan disserang musuh, maka dengan segera, Ratu Kidul akan mengerahkan tenteranya membantu Senopati menguatkan negeri.
Senopati kena depakan tangan, angkat sebelah kaki, dan menyeru nama Ratu Kidul.
Mendengar ujaran itu Senopati semakin berani meneruskan niatnya.
Dia tertarik dengan Ratu Kidul, keberahiannya memuncak. Ratu Kidul tidak ragu-ragu terus mengajak Senopati masuk ke dalam laut.
Dan proses transformasi, memasuki dimensi kehidupan yang berbeza, masuk ke dalam laut menuju istana Ratu Kidul di Laut Selatan.
Merasa kagum dengan paparan istana dalam laut yang indah bak berada di daratan, Senopati melampiaskan rasa berahinya, dan konon keduanya mengadakan ikatan perkahwinan, perkahwinan manusia biasa dengan makhluk halus bernama Ratu Kidul.
Setelah selesai memadu janji dan memenuhi hasrat berahi, mereka pun berpisah. Perkahwinan serba misteri itu tidak berakhir begitu sahaja. Malah, dengan segala keajaiban di alam fantasi, Ratu Kidul akan datang menemui suaminya Pangeran Senopati sebulan sekali ketika bulan purnama.
Sebuah kamar kecil di ruang istana menjadi wadah pertemuan manusia dengan makhluk halus ini. Inilah perkahwinan yang terjadi menurut legenda dalam sejarah Mataram pada sisi yang mistikal.
Sampai sekarang, Ratu Kidul masih hadir di istana sultan. Bukan dongengan. Di sebuah hotel bernama Samudera, disediakan sebuah kamar khas untuk Ratu Kidul.
Bahkan di Kuala Lumpur, penulis difahamkan, seorang lelaki keturunan Cina telah melangsungkan persekutuan mistik dengan Ratu Kidul.
Lelaki ini yang penulis kerap lihat berjalan sendirian di Bukit Bintang Kuala Lumpur, telah mengadakan perkahwinan ghaib dengan Ratu Kidul.
Bahkan menurut seorang paranormal yang pernah berguru di Cirebon, ada dua orang lagi warga keturunan Cina di area Segi Tiga Emas, mengadakan "perkahwinan" mistik dengan Ratu Kidul.
Semuanya telah menyerahkan persembahan berupa kepala kerbau balar, kuih-muih, kain warna-warni kecuali hijau muda, semuanya dipersembehkan ke Laut China Selatan pada waktu maghrib, dan konon lidah syaitan itu menyambar, lalu dibawa laju menuju Laut Selatan, ke istana Ratu Kidul.
Ini kisah fantasi yang menjadi kenyataan apabila penulis sendiri pernah berbual dengan warga keturunan Cina ini, kebetulan dia mengakui hairan kerana melihat ada seekor ular besar di ats katil dengan kepala ular itu menyerupai wajah seorang puteri dengan tiara di kepalanya.
Kekaguman itulah yang menyebabkan lelaki yang gemar berseluar pendek dan berbaju pagoda ini ingin mengadakan persekutuan dengan jin Ratu Kidul.
Baiklah, itu adalah episod fantasi zaman silam tetapi masih bertalian hingga ke Kuala Lumpur.
Bagaimana episod Puteri Gunung Ledang?
Sultan Melaka, Sultan Mahmud, diceritakan ingin berkahwin dengan Puteri Gunung Ledang, dan baginda meminta Tuah, Mamat dan orang-orangnya pergi ke Gunung Ledang untuk meminang puteri itu.
Puteri Gunung Ledang sungguhpun dari jenis jin seperti mana Ratu Kidul, dia tidak ada kelebihan luar biasa seperti Ratu Kidul.
Ratu Kidul mempunyai bala tentera dari kalangan seluruh jin, lelembut, genderuwo, priyangan dan macam-macam lagi sebagai bala tenteranya, sedangkan Puteri Gunung Ledang setakat duduk istirahat di gunung dan menunggu pinangan bodoh dari istana Melaka.
Maka untuk membodohkan kumpulan yang meminang jin perempuan, Puteri Gunung Ledang sengaja mencipta syarat bodoh untuk dipersembahkan kepada Sultan Melaka.
Apa yang puteri jin itu inginkan?
Sebenarnya syarat yang dinyatakan adalah sama seperti syarat Roro Jonggrang kepada lelaki yang ingin mengahwininya. Syarat yang tak masuk akal mendirikan sebuah bangunan dalam satu malam sebelum ayam berkokok adalah mustahil meskipun tugasan itu banyak dibantu oleh jin perkasa.
Puteri Gunung Ledang hanya menyediakan syarat tak masuk akal sahaja untuk Sultan Mahmud yang sudah kehabisan modal. Perempuan biasa sudah dikahwini, isteri orang pun dipinta, maka dia ingin merasai beristerikan perempuan jin pula.
Ia sama perangai dengan Sultan Mahmud mangkat dijulang. Sultan Mahmud Kota Tinggi juga seleranya kepada perempuan jin [baca Hikayat Siak, DBP].
Apa syarat gila yang ditetapkan oleh Puteri Gunung Ledang untuk mengakalkan Sultan Melaka?
1. Jambatan emas dari Melaka ke Gunung Ledang [macam jalur untuk monorail atau LRT sekarang].
2. Jambatan perak dari Melaka ke Gunung Ledang.
3. Tujuh dulang hati nyamuk.
4. Tujuh dulang hati kuman.
5. Tujuh tempayan air mata anak dara.
6. Tujuh tempayan air pinang muda.
7. Semangkuk kecil darah Sultan Ahmad, anak kepada Sultan Mahmud [maksudnya kena korbankan anak lelaki demi mendapatkan puteri jin].
Walaupun syarat gila itu tidak masuk akal, namun dengan egoistiknya, pihak istana mengatakan semua itu akan dilaksanakan, projek mega jambatan emas yang memakan belanja bilion ringgit itu boleh dilaksanakan, jika ada Ali Rustam senyum sebab sejarah Melaka menjadi panjang lagi.
Sebenarnya, bukan faktor darah anak raja, jambatan emas dan perak itu memang tidak mampu dibuat pun, apa lagi nak dapatkan hati nyamuk, hati kuman, air mata anak dara atau air pinang muda.
Jika dibandingkan di antara Sultan Mahmud Melaka yang kempunan hendak berkahwin dengan puteri jin, maka Pangeran Senopati adalah tokoh yang berjaya mengahwini Ratu Kidul di alam fantasinya.
Di antara Sultan Melaka dengan Sultan Mataram, nampaknya pihak Mataram lebih praktikal. Keduanya berjaya melangsungkan perkahwinan mistik, dan berlanjutan hingga kepada kesultanan yang ada hari ini, sedangkan di Melaka, impian itu tinggal angan-angan yang ditertawakan orang.
Mungkin Puteri Gunung Ledang sengaja didongengkan oleh penulisnya baik untukSejarah Melayu atau Hikayat Hang Tuah, maka usaha untuk meniru Pangeran Senopati adalah kemungkinan yang pasti.
Kisah legenda Ratu Kidul sampai ke istana Melaka, diceritakan orang, mungkin juga ketika mengadakan anjangsana muhibah ke Majapahit, cerita mistik itu sampai ke telinga pegawai rombongan dari Melaka.
Apa pun ini hanya andaian yang antara masuk akal atau tidak sahaja. Wallahu a'lam.[]

http://misnona-lintangpukang.blogspot.com/2012/06/puteri-gunung-ledang-dan-ratu-kidul.html

Naruto


-----------------Harumnya "MATAHARI" di musim panas------------------

Konoha Gakure – musim panas telah tiba, suara nyanyian serangga-serangga begitu indah terdengar *mungkin menurut Shino mereka sedang menyanyikan sebuah sonata*, tapi bukan Shino, ataupun serangga-serangga Kikai yang akan diceritakan kali ini. Terdengar gonggongan anjing seraya tuannya berkata "Tangkap!! Akamaru!!" Anjing besar itupun menangkap piringan itu dengan cepatnya. Mungkin pasangan Kiba dan Akamaru ini tak akan terkalahkan kekompakannya, tapi bukan mereka juga yang akan menjadi tokoh dalam cerita ini.

Lalu kemana para kembang Konoha yang dapat membuat setiap otak pria-pria Konoha berpikiran ngeres jika melihat mereka??

Haruno Sakura dan Hyuuga Hinata, mereka berdua adalah kembang-kembang Konoha yang membuat darah para pria Konoha mengucur begitu saja dari hidung jika melihat kesexyan mereka. Sakura sendiri memiliki tubuh yang proporsional, walaupun tidak memiliki dada yang begitu besar, tetapi cukup membuat pria-pria menggigit bibir mereka sendiri jika melihat foto-fotonya di dalam onsen *pemandian air panas* ataupun memakai bikini di pantai.

Hinata sendiri sangat tertutup dan pemalu, justru inlah yang membuat para pria penasaran untuk dapat melihat dadanya yang lebih besar dari Sakura, Hinata sendiri tergila-gila kepada Uzumaki Naruto seorang maniak seks di Konoha, Hinata selalu bermasturbasi jika mengkhayalkan penis Naruto yang besar siap menembus vaginanya yang selalu basah jika melihat Naruto. Jika sudah begini dia akan mempusatkan cakranya pada ujung telunjuknya sehingga menghasilkan getaran-getaran listrik kecil yang siap mengocok-ngocok vaginanya hingga vaginanya mengeluarkan cairan cintanya sambil mendesah

"Ach... ssst.... Nnnnnaaaaruuutooo... puaskan aku..! ach!!"

---------------------------------------------------------------------------------------

Suatu hari di musim panas, Uzumaki Naruto sedang menuju rumah kediaman Hyuuga untuk mendiskusikan masalah misinya ke Hoshi Gakure bersama Hyuuga Neji.

Naruto tiba di depan gapura kediaman Hyuuga yang megah, karena memang clan Hyuuga cukup terpandang di Konoha. Diketuknya pintu besar itu, munculah pelayan pribadi keluarga Hyuuga

"Owh, trnyata tuan Uzumaki. Silahkan masuk tuan muda Hyuuga sedang keluar latihan, anda dipersilakan untuk menunggu mungkin lama.!!"

"Yah! Kalo lama mening saya pulang saja." kata Naruto

"Tuan tidak ingin bermain dahulu dengan Hinata"

"Mang dia ada, bukannya musim panas gini dia suka berjemur di pantai sama cewe-cewe lainnya." kata Naruto

"Sepertinya tidak"

"Baiklah saya akan menunggu, saya akan temani Hinata untuk mengobrol." ujar Naruto

"Silakan tuan."

Naruto menunggu di ruangan tamu kediaman Hyuuga. Tidak lama kemudian.

"N..N..Na..Naruto...!! A..a.. ada keperluan apa ke..ke..kemari?" tanya Hinata gugup, telihat rona wajahnya memerah.

"Hinata??" Naruto terbengong melihat tubuh seksi Hinata yang sangat berbeda, Hinata menggunakan Tank Top Biru terlihat tali bra berwarna pink menggantung di lehernya, hot pants seksi sekitar 20cm di atas lutut berwarna pink. Dengan rambut panjangnya yang terurai begitu saja. Penis Naruto pun mulai ereksi, ingin ia menjamah dada Hinata yang besar itu, sudah lama ia tahu bahwa Hinata menyimpan rasa padanya, tapi Naruto lebih memilih Sakura yang terlihat lebih nakal dari Hinata, tapi ia tidak menyangka Hinata dengan busana ini terlihat seperti model-model porno di majalah Icha-Icha Magazine (tabloit fic. di cerita ini).

"Naruto kamu melamun??" tanya Hinata membangunkan Naruto dari lamunan joroknya.

"Anu... itu aku mau nyari Neji sebenernya.."

"Owh Neji! dia ada latihan dengan Rock Lee hari ini. ehm Naruto anu itu..." Hinata menunjuk ke bagian celana orange Naruto yang tiba-tiba membesar..

"o..o..o..owh.. Maaf Hianta.!! Mungkin karena udara hari ini panas. hheheheh" kata Naruto sambil tertawa khas Naruto. Kemudian ia membenarkan posisi celananya.

"Naruto. Punyamu besar juga ya?? Boleh a.. a.. a.. aku lihat?"

Bagai tersambar petir Naruto bagai diberi lampu hijau.

"Tapi tidak mungkin, karena itu hanya milik Sakura kan hm... Sebaiknya aku ambilkan semangka dan teh dulu ya. Sedari tadi kamu belum dijamu apa-apa kan?? ^.^" belum sempat Naruto menjawabnya, Hinata sudah tersenyum padanya dan bergegas ke dapur.

Dari belakang Naruto melihat panta Hinata yang bergoyang-goyang, "Begitu indah gadis yang baru masak ini" pikirnya.

---------------------------------------------------------------------------------------

Hinata melangkah menuju dapur, mengambil sebuah semangka besar lalu dipotong-potongnya semangak itu dengan kunai. lau ia mengampil 2 cangkir teh. Kemudian ia berjalan menuju Naruto. Namun ia sempat teringat sesuatu *tring*

"Obat perangsang pria yang diberikan guru Kurenai. Sebenarnya ini untuk melemahkan musuh sehingga mengganggu konsentrasi mereka."

Hinata bergegas menuju kamarnya, ia ambil obat itu, dua tetes cukup ia masukan ke secangkir teh, lalu ia berfikir

"Obat ini juga membuat wanita dapat orgasme berkali-kali"

Lalu ia masukan dua tetes pada cangkir lainnya.

Ia juga segera melepas bra dan G-String yang ia kenakan, sehinnga ia hanya menggunakan TankTop ketat dan Hot Pants, Sehingga putingnya terlihat menyembul. Tak lupa ia semprotkan parfum.

Ia bergegas menuju ruang tamu untuk bertemu Naruto.

"Naruto ini semangkanya"

"Terima kasih Hinta." Naruto merasa aneh dengan penampilan Hinata kali ini, sebagai ninja ia cukup teliti mencari perbedaan, tidak ada lagi tali BH yang menggantung di leher Hinata.

"Tehnya diminum dulu." kata Hinata sambil menguk tehnya

Naruto pun meminum habis teh itu.

Tak lama mereka berdua merasa aneh, mereka saling terangsang melihat masng-masing. Naruto semakin salting dengan penisnya yang menyembul semakin lama celananya makin sesak. Hinata sendiri semakin merasa nafasnya menderu, tanpa sadar dia sering mendesah bila sedang mengobrol vaginanya pun semakin basah terlihat sedikit dari hotpantsnya, matanya pun sudah berubah-ubah tak tentu maklum clan Hyuuga memiliki mata Byakugan yang aneh, jika para wanita clan ini merasa terangsang maka mata mereka akan berubah, wajahnya bersemu merah.

"Hinata kamu ngompol??" Naruto memang ninja yang cerdik, ia tahu basahan di hotpants Hinata.

"Mungkin karena udara panas juga. Naruto antar aku ke kamarku untuk ganti."

Naruto yang sudah tak konsen lagi hanya mengangguk.

---------------------------------------------------------------------------------------

Di kamar Hinata seakan Naruto tahu, ia langsung memeluk Hinata dari belakang. Naruto merasa aneh seharusnya Hinata sudah pingsan dalam keadaan seperti ini, tapi kali ini Hinata malah semakin mendesah.

"ssh... sh.. Naruto..."

"Hinata kamu seksi hari ini aku jadi ingin mencicipi tubuhmu"

Naruto mulai menciumi tengkuk Hinata. Naruto meremas-remas pantat Hinata.

"Hinata kamu nakal juga ya.. Kamu tidak memakai celana dalam ya?" Hinata hanya mengangguk dan mendesah kecil.

Hinata menuntun Naruto menuju tempat tidur. Hinata duduk di tepi tempat tidur, sedangakn Naruto duduk bersimpuh. Hinata mulai menaikan tank topnya, sehingga kini payudaranya yang besar tampak ranum menyembul. Tank top yang sedari tadi tidak muat untuk menampung payudaranya kini hanya menggantung di atas payudara dan lehernya.

Tanpa diberi perintah ataupun sandi rahasia, Naruto mulai menciumi payudara kanan Hinata sedangkan tangan kirinya memuntir-muntir puting kiri Hinata. Hinata hanya mendesah-desah.

"Ssh... aaachhh... hisap terus sayang... sshh "

Birahi Hinata meledak-ledak. Kini Naruto menggigit-gigit kecil putting Hinata, Hinata menjerit kecil.

"Aw.. Naruto kamu nakal.." Naruto tak mempedulikan lagi jeritan Hinata justru membakar birahinya untuk terus menikmati tubuh Hinata. Keringat Hinata mengucur, udara panas dan obat perangsang tadi tidak banyak memberi efek kepada Hinata. Ia berkeringat karena Naruto memperlakukannya begitu liar. Payudara Hinata mengkilap oleh kerinngatnya sendiri. Tank topnya pun agak sedikit basah.

Tangan Naruto kini menjalar menuju Hotpants Hinata yang sudah lengket oleh cairan orgasmenya. Hinata tak tahu seberapa kali ia sudah orgasme. Mulai dari ciuman di tengkuknya hingga kini jari-jari Naruto bermain di bibir vaginanya. Sambil terus menghisapi payudara Hinata, Naruto memainkan jarinya di vagina Hinata.

"shh... ach aku keluar lagi" tubuh Hinata mengejang mencapai klimaksnya yang sekian kalinya. Jari Naruto tersa lengket oleh cairan cinta Hinata. Naruto mengeluarkan jarinya dan menyuruh Hinata mengemut jari-jemari Naruto yang basah oleh cairannya, sehingga Hinata dapat merasakan rasa cairan cintanya sendiri.

Kini Naruto hendak melepas hotpants Hinata, ia lepaskan hotpants tersebut, dan terlihatlah sembulan bukit. Vagina Hinata tampak merah merekah, mirip vagina-vagina remaja yang baru tumbuh sehingga bulunya pun tampak tipis.

"Boleh aku masukan sekarang?"

Hinata menggeleng, iapun langsung memegangi celana Naruto, Hinata melaskan celana Naruto plus celana dalam Naruto, sehingga kini Naruto hanya mengenakan jaketnya saja. Itupun kemudian dibuka oleh Naruto. Sehinnga Naruto telanjang bulat dengan penis yang ereksi menggantung. sedangkan Hinata pasrah tergeletak di tempat tidur hanya menggunakan tank top yang suah basah dan menggulung.

Hinata langsung memegang penis Naruto, ia fokuskan cakranya ke tangannya sehingga menyebabkan tangan Hinata menimbulkan getaran-getaran seperti listrik yang menggelitik penis Naruto.

"Hi.. Hi.. Hinata kamu apakan penisku.. ehmmm enak...!!"

Tak lama, cairan bening keluar dari penis Naruto, pertanda ia akan ejakulasi. Segera Naruto melepaskan tangan Hinata yang hanya diam saja menyalurkan energinya.

Hinata yang terlihat menikmati saat-saat itu merasa kecewa gagal mempermainkan Naruto. Namun kekecewaannya sirna ketika penis besar itu berada di depan wajahnya. Hinata langsung melahap penis itu ia kulum seperti ia mengulum es di musim panas ini.

Tanagn Naruto tidak tinggal diam, naruto bermaksud melakukan hal yang sama pada Hinata ia salurkan cakranya ke tangannya, hal ini menyebabkan terbentuknya rasengan kecil di tangannya. Kemudian Naruto mengarahkan Rasengan kecil tersebut ke arah clitoris Hinata. Hal ini menyebabkan Hinata merasa dikocok-kocok clitorisnya yang kecil itu. Hinata melepaskan penis Naruto untuk mendesah panjang. Lagi-lagi ia orgasme.

"Ach.... Naruto kamu hebat...!" entah berapa kali Hinata di bawa ke dalam kenikmatan oleh Naruto.

Hinata tidak mau kalah, ia mengulum penis Naruto semakin cepat. Payudaranya bergoyang-goyang mengikuti irama.

Naruto merasa bentar lagi ia akan keluar. Kemudian ia melepas penisnya. Kini Naruto mengangkangkan paha Hinata, sehinnga kini terlihatlah vagina Hinata bagian dalam yang terlihat basah. Dengan mudah Naruto memasukan penisnya, karena vagina Hinata sudah licin oleh cairan-cairan cinta. Namun ada yang aneh, Hinata sudah tidak perawan.

"Hinata kamu sudah tidak..." belum sempat Naruto melanjutkan Hinata sudah menjawab.

"Nanti aku jelaskan puaskan aku dulu ach...!"

Naruto terus menggenjot Hinata. Kini ia menyuruh Hinata untuk menungging.

Lalu Hianata menunggingkan pantatnya sehingga vaginanya terlihat dari belakang. Naruto mundur sedikit dari Hinata, lalu "Jurus Bayangan – KageBunshin no Juutsu" Naruto membuat 1 bayangan bugil dirinya. kini"Bayangan" Naruto itu mengambil posisi 1 di depan muka Hinata siap untuk dikulum penisnya, kini Hinata mengulum penis bayangan itu sedangkan Naruto "Asli" menggenjot Hinata dari belakang.

Ini diluar bayanga Hinata, ia mendapatkan kenikmatan bagaikan di surga, bukan 1 Naruto tapi 2 Naruto sekaligus memuaskan birahinya. ia kembali orgasme.

Bayangan Naruto pun hilang kini Naruto mengenjot Hinata sendiri. Hianata kembali mendesah..

"Ach.. ach... ssshhhh aku keluar"

"Aku juga Hinata mau di dalam apa di luar.."

"Aku belum mau hamil Naruto.. ach..."

Naruto mencabut penisnya dan mengarahkannya ke payudara Hinata, ia gesekan penisnya ke payudara Hinata yang besar itu sementara tanganya memainkan vagina Hinata. Hinata menggerakan payudaranya untuk mengimbangi Naruto, Payudaranya bergerak sangat menggairahkan sekali. Tak lama croot... crot.... crot.. sperma Naruto yang banyak tumpah di belahan payudara Hinata. Semprotan pertama bahkan mencapai muka Hinata yang sudah sayu merah. Hinata pun mengejang kini ia benar-benar merasakan klimaksnya. cairan cintanya merembes banyak, bahkan hingga menyisakan flek-flek di sprey.

Keduanya ambruk bersebelahan. Hinata menikmati sisa-sisa orgasmenya sambil menjilati sperma Naruto dengan tangannya.

Nafas mereka tak teratur. Setelah beristirahat Hinata pamit untuk mandi di kamarnya. Sedangkan Naruto memakai kembali pakaiannya di kamar Hinata.

Tak lama Hinata muncul dengan hanya lilitan handuk pink, ia mendekati Naruto. Hinata kini makin berani mendekati Naruto, mungkin karena kejadian tadi.

Naruto kembali merasa ON. ia kemudian meremas dada Hinata dari luar handuk. kemudian ia menyuruh Hinata untuk mengulum kempbali penisnya.

Naruto kembali orgasme setelah Hinata mengulumnya.

Hinata kembali berpakaian lengkap. kemudian duduk di samping Naruto.

"Naruto.... Te.. te.. terima kasih..." ujar Hinata, ia terlihat kembali gugup.

"Dia kembali normal" pikir Naruto. "owh, sama-sama Hinata aku sayang kamu.." Naruto mengecup jidat Hinata. Hinata bersemu sangat merah.

"Tapi Hinata, kamu sudah tidak perawan...??"tanya Naruto sedikit marah.

"Sst...." jari Hinata menyentuh bibir Naruto "Aku kehilangan keperawananku ketika ujian chunin, saat aku harus bertarung melawan Neji, selain kritis ternyata keperawananku juga ikut robek. Tapi terima kasih Naruto, kau yang memberiku semangat saat itu."

"Dasar si Neji itu... Biar aku hajar nanti."

"Jangan Naruto., aku mohon." pinta Hinata.

"Aku gak mau Neji tahu hal ini." ujar Hinata.

"Ya sudah.., tapi ternyata aku lebih sayang kamu daripada Sakura."

Hinata tersipu malu. kemudian mereka saling melakukan French Kiss, sebelum akhirnya pelayan keluarga Hyuga memanggil.

"Tuan Uzumaki , tuan muda Hyuuga telah datang."

Mereka tersrntak, Naruto pun keluar dengan wajah tanpa dosa.

Sampai saat ini Naruto pun sering melakukan hubungan seks ini dengan Hinata, tanpa diketahui siapa-siapa. Hal yang paling mereka sukai adalah diberi 1 misi bersama. Ya, kalian tahu sendiri apa jadinya malam-malam misi mereka ??? ^.^

Sampai ketemu di fanfic berikutnya...

Ja ne...

Moga terhibur.... ^o^


http://mkhariskaa.blogspot.com/2013/07/cerita-naruto-fantasi.html

Pendekar Sabuk Naga

Pendekar Sabuk Naga



1. Duel 2 Dewa

Label: Pendekar Sabuk Naga



Suasana Tanjung Kematian di pesisir Pantai Laut Utara yang jauh dari jangkauan manusia biasa tampak lain dari biasanya. Hampir tiga hari telah berlangsung pertempuran yang seru antara dua orang manusia yang aneh. Yang paling luar biasa adalah akibat dari pertempuran itu, Suasana alam tanjung kematian itu porak-poranda tak berbentuk lagi bagai habis di landa badai topan yang sangat besar.
Yang satu seorang tua berusia sekitar delapanpuluh tahun lebih. Rambut, alis, kumis dan janggutnya yang panjang tergerai sampai di dadanya sudah putih semua. Dandanannya aneh dengan baju hitam tanpa lengan yang lusuh agak kedodoran. Namun yang menarik darinya ialah di punggungnya ada sebuah punuk yang besar. Sementara lawannya seorang kakek berwajah asing yang bermata sipit dan hidung besar dan bibir tebal. Sukar di taksir usianya, namun dari kepalanya yang plontos tanpa rambut dan jubahnya yang putih kekuningan dapat di simpulkan bahwa dia adalah seorang Lama dari Tibet.
Kedua orang ini sudah bertarung selama tiga hari tiga malam, namun belum juga ada yang menunjukkan siapa pemenangnya. Jurus-jurus dahsyat dan aneh bahkan yang berkekuatan sihir yang belum pernah di saksikan oleh dunia persilatan di munculkan dan di kerahkan untuk mengalahkan lawannya, namun tidak ada seorangpun yang unggul. Sampai akhirnya kedua orang yang bertarung itu berhenti ketika mata sakti kedua orang yang sedang bertempur tersebut menangkap bayangan lain yang terdampar di pinggir pantai yang memecahkan perhatian mereka.
Tanpa bicara kedua orang tua itu melesat kearah bayangan lain tersebut, tak sampai habis satu kedipan mata mereka telah sampai di hadapan bayangan tersebut yang setelah di perhatikan ternyata adalah seorang perempuan muda yang pingsan sambil memeluk seorang anak kecil berumur tiga tahun. Sementara di bahu perempuan itu tertancap pisau belati keemasan. Sekali lihat tahulah kedua kakek itu bahwa pisau tersebut mengandung racun yang mematikan.
“Omitohud…Ki Sapta Langit, tampaknya ibu dan anak ini korban perampok laut dan kedahsyatan badai di tengah laut, dan sang ibu ini keracunan?” terdengar suara berat dari Lama bermata sipit tersebut sambil tangannya bekerja memberikan totokan-totokan di sekitar punggung dan bahu perempuan muda tersebut untuk menyadarkannya.
“Hoho, benar sekali sobatku Darba, entah siapa mereka dan anak itu…” kakek bungkuk yang di sebut Ki Sapta Langit menyahut dengan suara tenang, namun tangannyapun bekerja cepat mengambil anak laki-laki tersebut dari pelukan sang ibu. Kakek itu memegang kedua kakinya dan menjungkir balikkan kepala di bawah sementara tangan satunya menepuk perlahan di punggung dan dada anak tersebut untuk mengeluarkan air laut yang telah di minumnya.
Sejenak kemudian anak itu memuntahkan air laut yang banyak dan menangis dengan kuat. Sementara sang ibu yang di sadarkan oleh biksu yang di sebut Darba itu mulai membuka matanya yang nampak sayu.
“Oh, di mana aku?...” ibu itu menjerit lirih sambil mengerang kesakitan.
“Nyonya muda yang malang…Engkau kami temukan terdampar di pinggir pantai Tanjung Kematian!
Siapakah kau dan apa yang terjadi?...” Tanya Ki Sapta Langit dengan suara lembut.
“Anakku…ohhh, anakku…kau selamat nak…” Perempuan itu tidak segera menjawab pertanyaan Ki
Sapta Langit karena perhatiannya segera tertarik dengan suara tangisan anaknya yang di angsurkan kepadanya.
“Anakku, oh anakku, malang nian kau nak…semuda ini sudah akan kehilangan kedua orang tuamu…huuuu…huuuuu….huuu…” Nyonya muda itu menangis tersedu-sedu sambil mendekap anak tersebut dengan erat.
Ki Sapta langit dan Darba hanya saling pandang saja tanpa dapat berbuat apa-apa. Mereka maklum akan kondisi ibu itu. Agaknya luka akibat tertancap pisau beracun di bahu wanita tersebut telah cukup lama terjadi sehingga wanita tersebut telah banyak kehilangan darah. Mereka memastikan bahwa nyonya muda itu tak dapat bertahan lama lagi.
Beberapa saat kemudian nyonya muda itu berhenti menangis dan memandang kedua penolongnya dengan tatapan memohon.




2. Mengangkat Murid

Label: Pendekar Sabuk Naga



“Kakek berdua, nama saya Cendana Wangi….” Setelah berhenti sejenak, dengan suara yang mulai lemah nyonya muda itu kembali melanjutkaan: “…kalau saya tidak salah, kakek berdua tentu orang baik, saya mohon pertolongan untuk menitip anak saya, atau paling tidak serahkankan dia dengan kakeknya si Raja Racun Selatan di puncak gunung Bromo…ahhhh…aku tidak tahan lagi…” Nyonya muda yang mengaku Cendana Wangi itu mengeluh tertahan dengan nafas tersegal-segal.
“Bertahanlah…” Sahut Darba sambil kembali melancarkan totokan-totokan di dada Cendana Wangi dan menyalurkan hawa murni.
‘Anakku…namanya Sian Hay atau …Mahesa Geni,… bun…buntelan di punggungnya, … …aaaaakhhhh…” walau dengan susah payah mengeluarkan kata-kata terakhirnya, akhirnya Cendana Wangi tak kuat lagi bertahan lagi karena racun yang menyebar ke seluruh tubuhnya, dan karena dia benar-benar kehabisan darah.
“Omitohud…takdir tak dapat di tentang, masa hidup manusia bila sudah waktunya siapakah yang sanggup memperpanjangnya. Hanya jalan Budha yang dapat memberi penerangan sempurna…”
Kedua kakek sakti itu menghela nafas panjang. Mereka tidak dapat berbuat banyak, karena nyonya muda itu memang sudah banyak kehabisan darah. Tanpa banyak bicara mereka mengebumikan mayat tersebut secara sederhana.
‘Anak yang bertulang bagus…! Hmmm…tampaknya aku harus menunda kepulanganku ke Tibet beberapa tahun lagi…”Sahut Darba perlahan sambil menatap tajam penuh selidik anak kecil dalam gendongan Ki Sapta langit.
“Benar sekali, wahai sobatku Darba, tampaknya anak ini berjodoh untuk menghentikan petaka hitam dunia persilatan yang merajalela akhir-akhir ini, …hohoho, anak yang beruntung sekali…”
Demikianlah anak kecil atau Mahesa Geni atau Sian Hay yang berusia tiga tahun tersebut diangkat sebagai murid oleh dua tokok yang sakti ini.
Siapakah kedua orang kakek sakti tersebut. Kakek sakti berpunuk di punggung tersebut yang di panggil Ki Sapta Langit adalah seorang dedengkot golongan putih yang sudah lama mengasingkan diri. Pada enam puluh tahun lalu beliau muncul dengan kesaktian yang sukar di cari tandingannya di tanah jawa dan setelah tigapuluh tahun malang melintang sebagai tokoh tanpa tanding yang misterius kakek ini hanya dikenal dengan julukan Naga Bungkuk Bertangan Dewa. Sedangkan biksu yang di panggil Darba yang usianya tak terpaut jauh daki Ki Sapta Langit itu adalah salah seorang dari 4 datuk tersakti dari tionggoan yang berjuluk See-thian-Lama (Lama Sakti Langit Barat).
***
Petaka Hitam apakah yang di maksudkan oleh kakek sakti berpunuk tersebut?. Dunia persilatan di gegerkan dengan adanya pembunuhan berantai sadis yang terjadi di sepuluh tempat dalam waktu tiga bulan terakhir ini. Korbannya adalah tokoh-tokoh puncak sepuluh Partai dari enam belas partai terbesar di tanah Jawa. Hingga detik ini tidak ada yang tahu siapakah pembunuh berdarah dingin tersebut, namun yang pasti ialah semua korban di temukan tewas pada malam jumat kliwon dengan tubuh kering kehabisan darah dan tanpa kepala.
Sungguh tragedi yang sangat mengerikan dan menimbulkan kemarahan semua tokoh-tokoh persilatan kalangan atas di berbagai penjuru di samping ketakutan yang mencekam hati setiap orang. Terjadi saling mencurigai satu dengan yang lain sehingga tak heran dalam waktu singkat terjadi bunuh-membunuh di mana-mana.
Ke enam partai lain yang telah mendengar malapetaka ini juga menjadi was-was dan mengadakan penjagaan yang sangat ketat serta menutup diri mereka.
Belum tuntas masalah ini di usut oleh para tokoh-tokoh persilatan, dunia persilatan kembali di kejutkan dengan munculnya dedengkot-dedengkot dunia hitam yang memiliki ilmu gila-gilaan yang hampir tak masuk akal mendekati iblis atau siluman.
Udara malam itu amat dingin menusuk. Saking dinginnya sehingga tidak memungkinkan ada orang biasa untuk dapat hidup di lembah terpencil yang terletak jauh di bawah pegunungan Bromo sebelah barat yang angker dan sukar di datangi orang biasa.
Namun herannya, di tengah suasana yang dingin, sunyi dan mengerikan dengan hanya di terangi sinar rembulan, nampak di atas sebuah batu besar di depan sebuah goa yang gelap, duduk seorang kakek botak yang Nampak mengerikan. Wajahnya seperti tengkorak dengan dua biji mata yang kecil kemerahan. Tubuhnya Nampak lebih tinggi dari ukuran orang biasa dengan tubuh yang kurus kering tinggal pembungkus tulang itu di tutupi jubah hitam seperti jubah kelelawar. Sementara tangannya yang sebelah tampak buntung sebatas siku.
Di samping kiri kakek tersebut tampak berdiam seekor kelelawar besar bermata merah yang mengerikan, dua kali besar manusia biasa dengan sayap sepanjang dua meter bila di rentangkan. Kuku-kukunya yang tajam bagai pisau tampak pada jari-jari kakinya dan gigi-gigi yang tajam tampak mencuat mengerikan. Inilah kelelawar iblis yang menjadi piaraan kakek sakti tersebut.




3. Pangeran Kelelawar Iblis

Label: Pendekar Sabuk Naga



Di hadapan kakek aneh yang mengerikan itu tampak seorang pemuda yang mengenakan jubah ungu yang panjang sampai ke kaki berdiri tegak. Tubuhnya tinggi kekar namun wajahnya yang tampan berkesan dingin dengan mata liar yang kemerahan dan mulut yang menyeringai seperi meremehkan.
Di dadanya terdapat sebuat Tatto bergambar kelelawar hitam yang sangat mengerikan. Di tangan kirinya menjambak rambut dari sepuluh kepala yang sudah kering sehingga Nampak mengerikan, sedang di tangan kanannya tergenggam sebuah Arit merah darah yang bertangkai panjang dari emas yang memancarkan sinar menggidikkan.
Itulah senjata sakti yang amat ampuh yang di kenal sebagai “Arit Iblis Darah” yang sudah memakan banyak tumbal orang-orang sakti.
“Guru Penghulu Kelelawar Iblis, aku sudah membawa kepala-kepala dari sepuluh ketua-ketua perguruan yang di bunuh pada malam jumat kliwon…”
“Hohoho…wahai muridku bernama Dama Kalla, kau telah menyelesaikan tugasmu dengan baik, sekarang aku akan menyempurnakan ilmu Sungsang jagat yang telah ku tanam dalam dirimu sebelum aku kembali ke tempat asalku? “
“Terima kasih guru…aku pasti akan melanjutkan cita-citamu untuk menguasai dunia persilatan ini”
“Hohoho…sekarang tanggalkan semua pakaianmu dan bersemedilah. Aku akan mulai menyempurnakan ilmu-ilmumu dengan sepuluh kepala ini tokoh-tokoh sakti ini.”
Kakek yang di sebut Penghulu Iblis Hitam ini mengulurkan tangannya ke arah sepuluh kepala tersebut yang langsung melayang kedepan kakinya. Sambil berkemak-kemik membaca mantra, ke sepuluh jari tangan Penghulu Iblis Hitam terarah kepada sepuluh kepala tersebut dan bergetar luar biasa hebatnya. Tiba-tiba ke sepuluh kepala yang sudah mati tersebut Nampak hidup kembali dan membuka mata mereka.
Sungguh luar biasa sekali pemandangan ini. Bahkan Dama Kalia-pun yang melihat hal ini terkejut sekali. Karena Inilah hal yang hampir sukar di percaya oleh nalar manusia.
“Hohoho…muridku Dama Kalla, inilah kesepuluh abdi iblis yang akan menjadi bagian dari dirimu.
Dengan merasuk ke dalam sepuluh kepala orang-orang sakti ini, maka mereka akan menyerap kemua rahasia-rahasia kesaktian yang di miliki kesepuluh orang sakti ini untuk menyempurnakan “Ilmu Sungsang Jagat”. Dengan demikian kau akan memiliki sepuluh jenis aliran ilmu kesaktian yang mengalir dalam darahmu selain dari ilmu-ilmu kelelawar iblis yang sudah kau kuasai… bersiaplah!”
Setelah berkata demikian, tiba-tiba dari mulut Penghulu Iblis keluar dengungan mantra-mantra yang aneh dan mengerikan. Tak lama kemudian dari pupil matanya yang kecil itu keluar sinar-sinar yang menghantam kesepuluh kepala hidup tersebut dan anehnya. tiba-tiba dari ubun-ubun sepuluh kepala tersebut keluar bulatan biru sebesar telur puyuh. Bulatan-bulatan biru tersebut langsung melayang berputaran di atas kepala dan masuk lelalui tattoo kelelawar hitam di dada Dama Kala satu demi satu yang menyebabkan pemuda ini tersentak-sentak dan mengejang kesakitan.
Inilah kehebatan dari Ilmu Sungsang jagat. Ilmu ini sanggup membuat pemiliknya menguasai ilmu-ilmu orang lain tanpa harus berlatih lagi bahkan mampu membuat kedahsyatan ilmu-ilmu tersebut menjadi berlipat ganda. Jadi dapat di bayangkan bagaimana jadinya nanti kesaktian yang di miliki oleh pemuda bernama Dama Kalla itu.
Tak lama kemudian, tubuh pemuda itu terangkat dari permukaan tanah. Tubuhnya di kelilingi cahaya hitam yang pekat se tebal sepuluh senti sampai beberapa lamanya hingga keadaan kembali seperti semula.
Saat pemuda itu membuka mata, dia tidak lagi menemukan gurunya yang entak lenyap kemana. Hanya suara yang berbisik di telinganya:
“Muridku, mulai sekarang julukanmu adalah Pangeran Kelelawar Iblis, Kelelawar iblis ini akan melayanimu selamanya. Lakukan apa saja keinginanmu untuk menguasai dunia persilatan namun jangan kau lupakan tugasmu untuk mencari dan membunuh dua musuh besarku, yaitu orang yang telah memotong tangan kiriku ini: Si Naga Bungkuk Bertangan Dewa dan semua keturunannya serta juga membunuh Ratu Langlang Jagat dari istana gaib di Pulau Bidadari Api”.




4. Berlatih Ilmu-Ilmu Dahsyat

Label: Pendekar Sabuk Naga



Pemuda bernama Dama Kalla tersebut tertawa terbahak-bahak, kemudian memandang kepada kelelawar iblis tersebut:
“Marilah Donggo, kita akan memulaikan perburuan berdarah kita…..hahahahahaaha…..” Diiringi mencicit tajam, tiba-tiba kelelawar iblis tersebut melesat ke dada Dama Kalla dan dengan cara yang gaib lenyap masuk ke dalam tattoo di dada pemuda tersebut.
***
Waktu berlalu dengan sangat cepatnya, lima belas tahun lewat tanpa terasa. Suatu sore yang sepi di suatu tempat yang cukup luas di Tanjung Kematian tersebut, tampak seorang pemuda berusia delapan belas tahun sedang melakukan gerakan-gerakan silat yang luar biasa aneh dan dahsyat.
Pemuda itu memakai jubah biru dengan rambut riap-riapan. Bila ada orang yang melihat ini tentu mereka akan terkejut sekali, karena dari tangan dan kaki pemuda yang tampan itu keluar hawa mujijat bagai lidah-lidah api dan butiran-butiran es diikuti pancaran hawa petir yang amat kuat dan luar biasa dahsyatnya.
Sementara tak jauh dari padanya tampak seorang biksu dan seorang kakek bungkuk yang enak-enakan duduk di atas dua buah batu besar.
Ilmu silat aneh dan dahsyat yang di mainkan oleh pemuda itu adalah “Jurus Tarian Mabuk 18 Naga Petir” yang di lambari “Tenaga Sakti Sembilan Naga” tingkat ke sembilan yang dahsyat. kakinya oleng kesana-kemari seperti orang mabuk, namun kedua telapak tangannya bergerak dengan jurus-jurus pukulan yang aneh luar biasa yang mengeluarkan ledakan-ledakan kecil namun mematikan. Lingkaran seluas lima kaki di kurung oleh hawa mujijat panas dingin yang pekat sehingga membentuk bayangan naga yang dahsyat.
Setelah pemuda tersebut yang tak lain adalah Mahesa Geni memainkan delapan belas jurusnya sampai habis, tiba-tiba terdengar pekikan nyaring sambung menyambung dari mulutnya yang di lakukan dengan pengerahan ilmu “Pekikan Naga Pemisah Roh”.
Pekikan itu luar biasa karena mampu mengeluarkan getaran mengerikan yang dapat membuat urat-urat hancur dan alunan nada membetot sukma yang melumpuhkan. Sementara itu tubuhnya melesat keatas dan menukik naik turun memainkan Jurus “Kuku Pedang Duabelas Naga Langit” yang tak kalah dahsyatnya dari ilmu yang pertama tadi.
Dari kesepuluh ujung jarinya keluar hawa pedang berpusingan yang amat padat dan tajam, mampu menembus baja sekalipun. Sementara tubuhnya meliuk-liuk membentuk bayangan-bayangan naga menari di udara dengan jurus-jurus aneh yang kesemuanya hampir tidak pernah menyentuh tanah namun daya rusaknya ternyata sangat mengerikan.
“Awasss……..Ghroaaaaaaaaakkkhhhrrrrrr…….ciaaaaaaatt……..” Tiba-tiba terdengar bentakan di ikuti pekikan dari ilmu yang sama dari kakek bungkuk yang tadi hanya menonton saja.
Tubuh kakek bungkuk yang tak lain adalah Ki Sapta Langit itu melesat menyerang Mahesa Geni dengan ilmu hampir mirip dengan yang di mainkan si pemuda namun berlainan dan hampir tidak di kenal oleh si pemuda yaitu jurus ‘Cakar Naga Terbang”.
Ini adalah salah satu dari ilmu-ilmu andalan si Naga Bungkuk Bertangan Dewa tersebut yang telah mengangkat namanya sebagai jago tanpa tanding di tanah jawa puluhan tahun lamanya.
Terjadilah pertarungan di udara yang aneh, seru dan di ikuti dengan bentakan-bentakan maupun erengan yang dahsyat dan menggetarkan.
Sampai lewat limapuluh jurus pertempuran itu masih berlangsung hampir seimbang, tiba-tiba terdengar bentakan yang lain lagi, di lain saat si biksu See thian Lama yang tadi hanya menonton saja telah ikut menerjunkan diri dalam pertempuran tersebut. Dari jari-jari tangannya yang di rapatkan keluar hawa padat setajam pedang yang berdesing memekakkan telinga menyerang mahesa Geni. Jadinya pemuda itu sekarang di keroyok dua.
Mahesa Geni terkejut mendapat serangan ini, dan dia berusaha untuk bertahan namun duapuluh jurus kemudian di rasakan tekanan-tekanan dari dua gurunya makin bertambah hebat. Ruang lingkup pertarungan itu kian bertambah luas, apalagi saat pemuda itu berganti gerakan dengan “Jurus Tarian Mabuk 18 Naga Petir” di ikuti oleh “Jurus Langkah Siluman Naga Gila” dan “Jurus Telapak Duabelas Kibasan Ekor Naga” serta jurus tendangan “Sengatan Tujuh Naga Neraka”.
Namun demikian kedua orang kakek itupun segera berganti gerakan pula dengan jurus-jurus yang hampir mirip namun dahsyat sehingga pertarungan itu semakin ramai.
Lewat jurus ke tigapuluh Mahesa Geni makin kurang dapat mengembangkan permainannya sehingga mulai terdesak di bawah angin.
“Anak bodoh...jangan biarkan pikiranmu terpengaruh perbawa ilmu lawan, lepaskan Tenaga Sakti Sembilan Naga ke ketujuh pintu naga dan biarkan sang naga menuntun gerakmu tanpa penghalang…” Tiba-tiba terdengar suara Ki Sapta Langit memberi petunjuk pada muridnya.




5. Ujian Terakhir

Label: Pendekar Sabuk Naga



Mendengar suara tersebut pikiran Mahesa Geni terjentik sesaat: “Ah, guru suruh aku membebaskan tujuh pintu naga apakah itu berarti menggerakkan tenaga tanpa terputus?...dan ‘sang naga menuntun gerakmu’..bagaimana bisa?...” Semakin pikirannya larut semakin kacau gerakannya hingga:
“Dheessss….huaaakh” Tubuhnya terlempar lima tombak ke belakang sambil memuntahkan sedikit darah segar. Ternyata dia telah terluka ringan.
“Anak bodoh, apakah kau mau mati cepat?…Lupakan jurusmu, lupakan namanya, lupakan gerakannya, biarkan sang naga mengalir bebas dalam ketujuh pintu naga…” Terdengar suara lain yang ternyata adalah See thian Lama yang lembut memberi petunjuk pada muridnya.
“Ahh benar, apakah itu berarti harus bergerak sesuai keadaan? Hmm benar…betapa bodohnya aku, kenapa aku sampai melupakannya…” Pemuda itupun memejamkan matanya, membiarkan Tenaga Sakti Sembilan Naga berputaran ke seluruh tubuh, melupakan luka dalamnya dan tidak lagi memikirkan jurus lawan ataupun pergantian jurus-jurusnya.
Kala itu kedua gurunya kembali menyerangnya dengan hebat. Saat bagian-bagian tubuhnya merasakan ada serangan, tubuhnya otomatis berespon dengan jurus-jurus yang memang telah mendarah daging di tubuhnya.
Pertama masih tampak kaku dan agak di paksakan, namun semakin lama Mahesa semakin cepat menguasai cara bersilat seperti ini. Hebatnya dengan cara ini tubuh, tangan dan kakinya dapat bergerak dengan otomatis mementahkan semua jurus-jurus dahsyat lawan.
Kini gerakan tubuhnya tidak lagi terpaku pada rangkaian-rangkaian jurusnya, tapi justru dapat bergerak memainkan jurus apa saja dalam posisi yang bagaimanapun tanpa halangan. Tanpa di sadarinya pemuda ini telah berhasil menembus tataran ‘berganti jurus tanpa hambatan’.
Biasanya jurus-jurus dalam ilmu silat selalu ada gerakan awal yang merupakan mata rantai yang di sebut ancang-ancang untuk berpindah pada jurus selanjutnya, namun tataran yang di capai pemuda itu memungkinkan dia mengerahkan jurus apa saja walau dalam posisi tubuh yang tidak biasa atau paling mustahil sekalipun dan ini adalah suatu pencapaian yang luar biasa. Jika bukan karena bakatnya yang besar, tidak nanti dia mampu melakukannya.
Kedua kakek sakti ini memang mendidik Mahesa Geni dengan sangat keras namun juga sangat memanjakan murid mereka ini sehingga bergantian mereka setiap tiga bulan mereka membantu sang murid dengan mengalirkan sepertiga hawa murni mereka selama lima belas tahun. Tak heran pencapaian yang di capai Mahesa Geni walau umurnya yang ke delapan belas tahun ini amatlah hebat.
Mereka sengaja melatih Mahesa dengan keras dan dengan cara yang luar biasa karena mereka mengharapkan pemuda inilah yang akan menjadi wakil mereka untuk meredam ancaman petaka yang terjadi di delapan penjuru dunia persilatan saat ini.
Seratus jurus berlalu dengan cepatnya, kini Mahesa sudah membuka matanya dan melayani gempuran kedua gurunya. Akhirnya dia tidak lagi terdesak hebat, malah sekarang dapat berganti-ganti jurus mengimbangi sampai duaratus jurus lebih, dan ketika gerakan kedua gurunya mulai melambat, Mahesa Geni tahu bahwa walaupun lambat namun akhir pertarungan di tentukan oleh babak ini. Karena tidak mengandalkan lagi gerak jurus tapi kekuatan tenaga dalam semata.
Kedua gurunya menyerangnya dengan pukulan-pukulan jarak jauh yang dahsyat. Dia melihat kedua tangan gurunya ki Sapta Langit bergerak dengan gerakan berbeda. Dua warna biru dan kuning semburat dari kedua tangannya, itulah pukulan yang tidak di ketahuinya. Sedangkan gurunya yang satu, See thian Lama bergerak dengan gerakan yang juga aneh karena dari kedua tangannya keluar dua larik sinar hitam berhawa panas menyengat yang tidak juga di kenalnya.
Dia terkesiap namun segera bersiap. Kedua kakinya tertanam dengan kuda-kuda yang kuat, di lain saat Tenaga Sakti Sembilan Naga tingkat ke duabelas di kerahkan sampai ke puncak. Sinar perak keemasan berpendar si sekeliling tubuhnya, dari kedua tangannya keluar hawa sakti yang amat dingin dan panas di sertai ledakan-ledakan kilat yang kuat.
Saat kedua gurunya menyerangnya dengan pukulan sakti mereka, diapun segera mendorongkan kedua tangannya menyambut dengan Jurus “Pukulan Maut Naga Petir” tingkat akhir, yaitu tingkat ke dua belas. Di mana dari kedua tangannya keluar dua larik sinar mujijat berwarna perak keemasan berhawa panas dan dingin yang diikuti ledakan-ledakan petir yang memekakan telinga.
“Heaaaaahhhhh…….Dhuaaaarrrr……dhuaaaaarrrr…..dhuaaaaaarrrr…!” Terdengar tiga ledakan yang amat keras seolah-olah langit runtuh oleh bencana alam yang dahsyat saat ketiga pukulan bertemu. Tubuh Mahesa Geni terdorong satu tombak kebelakang dengan kedua kaki melesak ke dalam tanah sampai di mata kaki, sedangkan kedua gurunya hanya terdorong tiga langkah ke belakang.
Mahesa Geni mengerahkan tenaga meredakan guncangan di sebelah dalam tubuhnya, setelah itu dia menghentakkan tangannya ke bawah sehingga tubuhnya terangkat dari tanah yang melesak, kemudian kakinya melangkah perlahan ke arah kedua orang gurunya sambil bersimpuh: “Guru berdua, maafkan Mahesa yang lancang sehingga guru berdua terluka…”




6. Ilmu-Ilmu Gabungan

Label: Pendekar Sabuk Naga



“Hohohoho…kalau kami tidak membatasi tenaga kami, apa kau pikir dengan pukulanmu yang seperti tahu itu mampu mengapa-apakan kami?” Sahut Ki Sapta Langit sambil menatap muridnya dengan wajah kereng.
“Omitohud, Mahesa Geni…sebenarnya tadi kami hanya mengujimu, kau tidak perlu khawatir karena kami tidak apa-apa. Bahkan kami senang karena engkau telah menguasai dengan sempurna semua ilmu yang kami ajarkan…bahkan tingkat tenaga dalammu telah mencapai tataran di atas tokoh-tokoh kelas satu di dunia persilatan dewasa ini”
Mendengar ini mahesa Geni menjura dengan hormat: “Maafkan kalau Geni lancng menyinggung guru berdua karena dari tadi hati Geni bertanya-tanya tentang jurus-jurus yang guru berdua gunakan terakhir saat menguji tadi…guru tidak pernah mengajarkannya kepada Geni?...”
“Hohoho…kau benar muridku, jurus-jurus itu tidak pernah kami ajarkan kepadamu, tapi apakah kau melihat beberapa kemiripan dengan ilmu-ilmu yang kau miliki?...jawablah” Sahut Ki Sapta Langit sambil tersenyum misterius.
“Ah benar guru, Geni memang melihat ada beberapa persamaan dengan ilmu-ilmu yang Geni kuasai, mengapa bisa begitu?...” Kembali Mahesa Geni bertanya dengan suara penasaran.
“Hmmm…tentu saja mirip, karena memang jurus-jurus yang kami ajarkan kepadamu adalah mahakarya terbaru kami berdua yang baru saja kami ciptakan bersama selama sepuluh tahun terakhir ini yang kesemuanya adalah gabungan dari ilmu-ilmu terhebat yang kami miliki.
“Tenaga Sakti Sembilan Naga” tercipta dari gabungan dari ilmu Tenaga Sakti Selaksa Api dan Es milikku dan Ilmu Tenaga Sakti Budha Petir milik gurumu si biksu ini. “Jurus Tarian Mabuk 18 Naga Petir” itu adalah gabungan dari Jurus 18 Naga Penakluk Iblis gurumu si biksu ini dan jurus Delapan Dewa Mabok milikku, nah “Jurus Kuku Pedang Duabelas Naga Langit” adalah gabungan dari Ilmu Jari Pedang Maut si biksu ini dan jurus Cakar Naga Terbang milikku sedangkan “Ilmu Pekikan Naga Pemisah Roh” adalah gabungan dari Ilmu Sabda Budha Pemusnah Iblis si biksu dan ilmu Lengkingan pemisah Roh milikku, itulah sebabnya tingkatan yang paling tinggi dari ilmu itu akan membuatmu mampu menotok orang dengan suara, menyembuhkan luka dalam dengan suara bahkan menghancurkan benda apapun hanya dengan suara saja.
Terakhir adalah Ilmu “Pukulan Maut Naga Petir” itu adalah gabungan dari Sinar Sakti Api-Es Bersinar Emas milikku dan Pukulan Sakti Sengatan Seribu Petir milik si biksu ini, apa kau mengerti Mahesa?...” Kembali Ki Sapta langit berseru dengan suara tegas yang agak di tekan.
“Benar Geni, Selain “Ilmu Pukulan Sihir Pelebur Bintang” dan “Tangan Kapas Pelebur Jagat” yang ku ajarkan serta ilmu “Jubah Dingin Sisik Naga’ yang di ajarkan gurumu si naga bungkuk ini, yang lain adalah ilmu-ilmu hasil gabungan dari kami berdua…” Sahut See Thian Lama menimpali.
Mahesa Geni terlolong dan heran mendengarkan penjelasan kedua gurunya tersebut, namun seketika mukanya berseri: “Wah…jadi maksud guru kalau ilmu-ilmu ini adalah inti dari semua ilmu yang guru berdua miliki dan belum pernah muncul di dunia persilatan?...kalau begitu ini tentu hebat sekali…! “
“Tentu saja hebat, bayangkan dengan umurmu yang baru seujung kuku ini kau sudah mampu bertahan duaratus jurus tanpa terdesak dari kami berdua …apa lagi kalau bukan karena kehebatan ilmu-ilmu tersebut dan apa kau kira semua ilmu itu hanya ilmu-ilmu kacangan saja?. Itulah sebabnya kau jangan sombong dan tekebur dan harus dapat menguasai nafsumu…karena sekali saja kau salah langkah, kau akan menjadi sumber bencana bagi orang lain.” Sahut See Thian Lama, setelah menarik nafas sejenak beliau melanjutkan…
“Ingatlah muridku, sehebat apapun ilmu yang kau miliki haruslah tunduk pada yang di atas, karena tidak ada satupun yang terjadi tanpa perkenanan-Nya…dalam menghadapi sesama maka apa yang engkau tidak ingin orang perbuat kepadamu janganlah kau buat pada mereka sehingga hukum karma tidak akan berbalik menimpamu”
“Baik guru, murid mengerti, dan murid mohon petunjuk guru untuk selanjutnya…” Sahut Mahesa dengan kepala tertunduk.
“Nah sekarang kau beristirahatlah. Nanti malam kami ingin memberikan sesuatu kepadamu.” Sahut ki Sapta Langit dengan tegas.
“Terima kasih guru berdua, murid mohon pamit untuk beristirahat.” Setelah bersimpuh menghormat, Mahesa kembali ke pondoknya dengan hati riang gembira.
Malam itu tiga orang kembali duduk berhadapan di dalam pondok sederhana yang di terangi obor.
“Wahai muridku Mahesa Geni, masih ingatkah kau sudah berapa lama kau menjadi murid kami?...”
Terdengar suara lembut dari See thian Lama di tujukan pada muridnya ini.
“Masih ingat guru, hingga saat ini sudah genap lima belas tahun, tapi mengapakah guru menanyakan hal ini?..” Sahut Mahesa dengan suara agak di tahan.
“Hmmm, sudah lima belas tahun aku meninggalkan tanah kelahiranku di Tibet dan kini aku harus kembali. Ada satu tugas yang aku inginkan kau kerjakan. Kelak bila engkau memiliki waktu banyak dalam perantauanmu, sekitar musim semi tahun depan, sempatkanlah berkunjung ke Tibet, karena aku ingin kau mewakiliku untuk bertanding adu kesaktian yang di lakukan enam belas tahun sekali oleh empat Dewa dari tionggoan…., bersediakah engkau Geni?” See Thian Lama menatap pemuda itu dengan terharu.




7. Mengemban Tugas

Label: Pendekar Sabuk Naga



Hati Mahesa Geni tercekat, untuk sejenak dia tidak dapat berkata apa-apa. Berita bahwa dia akan berpisah dengan gurunya yang sudah melimpahkan kasih sayang selama limabelas tahun ini amat menyedihkannya.
“Ah..guru, tentu saja muridmu bersedia tapi mengapakah kita harus berpisah sekarang, Geni masih ingin bersama-sama dengan guru dan merawat guru yang sudah tua ini…?”
“Hmmm…aku menghargai baktimu Geni, namun tiada perjamuan yang tak bubar…dan kita semua memiliki tanggung jawab yang harus segera di kerjakan…” Sahut See Thian Lama tenang. Sejenak mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.
“Hohoho, jangan cengeng muridku karena bukan hanya gurumu See Thian Lama ini yang harus berpisah darimu…gurumu yang sudah tua dan bungkuk inipun harus segera berpisah denganmu dan kau harus tegar menerima ini. Sekarang dengarkanlah petuah dari kami…” Ki Sapta Langit menyambung dengan suara terharu, namun tegas.
“Baik guru, Geni siap mendengarkan…”
“Pertama: Kau terimalah bungkusan ini, bungkusan ini terikat di tubuhmu ketika kami menemukanmu waktu masih kecil. Rasanya semua pertanyaanmu tentang jati dirimu akan terungkap di situ. Setelah itu baru kau melakukan tugas-tugas dari kami…”
“Kedua: Dalam perantauanmu aku menugaskan kau mencari dan menghukum dua kakak seperguruanmu yang murtad. Mereka telah berani melarikan diri dan mencuri empat kitab pusaka dari gudang penyimpanan ilmu-ilmu sesat ketika aku sedang bepergian. Aku tidak mendengar gerakan mereka di sekitar tanah jawa ini, mungkin mereka takut kepadaku dan beroperasi di daerah yang lain. Mereka adalah Ki Samber Nyawa yang berjuluk Dewa Maut Bertangan Sakti dan Nyi Gandasuri yang berjuluk Dewi Asmara Seribu Nyawa..."
"Kalau mereka bertobat terserah keputusanmu, tapi kalau mereka masih tetap di jalan yang jahat, kau harus memusnahkan ilmu mereka. Di samping itu kau juga harus berhati-hati dengan tokoh Iblis yang berjuluk Pangeran Kelelawar iblis. Apakah kau sanggup muridku?...”
“Murid Sanggup guru, semoga didikan ke dua guru selama ini tidak akan Geni sia-siakan…”
“Bagus, dan sekarang yang terakhir…kau terimalah pedang ini…” Sambil berkata demikian Ki Sapta Langit mengangurkan tangannya dengan jari-jari terbuka. Tampak sebuah benda yang aneh bergulung-gulung di telapak tangannya.
Mahesa Geni mengambil gulungan pedang tersebut dari tangan gurunya. Saat pedang itu terlepas dari tangan gurunya, tiba-tiba pedang itu menegang dengan sekali dan ketika di amati, ternyata itu adalah sebilah pedang lemas selebar tiga jari tangan, bersinar keemasan dengan gagang berbentuk ukiran kepala naga yang memiliki perbawa aneh yang tajam menggetarkan jiwa namun nampak indah dan gagah.
“Pedang apakah ini guru…?”
“Itu adalah Pedang Pusaka Sabuk Naga Langit yang dulu di miliki oleh kakek guruku. Sekarang ku berikan kepadamu maka pergunakanlah dengan sebaik-baiknya sebagai pengganti pedang kayu yang sering kau pakai berlatih itu. Pedang ini sangat cocok dengan ilmu “Lingkaran Pedang Selaksa Naga” yang telah kau kuasai dengan sempurna itu. Sebenarnya dengan ilmumu yang sekarang kau tidak membutuhkan senjata apapun, namun di dunia persilatan ada banyak pusaka-pusaka ampuh yang harus kau tandingi dengan pusaka pula demi memperkecil resiko…”
Kemudian Mahesa Geni mendapat petunjuk gurunya tentang cara khusus untuk memakainya sebagai sabuk ikat pinggang yang nampak gagah dan menurut Ki Sapta Langit tanpa menggunakan cara yang khusus tersebut, pedang pusaka Sabuk naga Langit itu tidak dapat di lepaskan dari tubuhnya.
Dari See Thian Lama Mahesa Geni juga mendapatkan sebuah gelang tangan kiri selebar tiga jari yang terbuat dari batu bintang berwarna biru. Menurut kakek tersebut, gelang ini adalah Gelang Cermin Petir, yang mempunyai kegunaan mengembalikan pukulan tenaga sakti lawan sampai lima kali lipat. Selain itu dengan adanya gelang tersebut dia tidak usah takut dengan segala jenis racun jenis apapun yang menyerangnya.
“Jangan kau mencari kami karena kami akan mencarimu jika kami membutuhkan. Maka untuk mempermudah kami mengetahui tentangmu, maka mulai sekarang julukanmu adalah Pendekar Sabuk Naga.”




8. Mulai Mengembara

Label: Pendekar Sabuk Naga



Mahesa Geni bersimpuh di depan kedua gurunya dengan hati terharu. Keesokan harinya ketika pemuda itu bangun ternyata dia tidak menemukan lagi kedua gurunya. Hatinya gundah namun tak dapat berbuat apa-apa.
Sekilas dia teringat akan buntelan yang di berikan oleh gurunya. Menurut gurunya, buntelan ini adalah satu-satunya warisan dari ibunya sebelum menghembuskan nafas terakhir.
Ketika buntelan itu di buka, di dalamnya terdapat sebuah kitab kulit yang sudah kusam, sebuah Jamur Merah dan secarik kertas yang lusuh. Hatinya lebih tertarik dengan kertas tersebut maka segera di bacanya. Terlihat beberapa kalimat yang di tulis cepat-cepat, berbunyi:
“Anakku , Namamu adalah Sian Hay atau Mahesa Geni, ayahmu adalah Pendekar Pedang Terbang Sian Bun, murid ke-tujuh dari partai Mi Tiong Bun di tionggoan, kami terjebak dalam perburuan Pusaka-pusaka di Pulau Daun Putih…ibu tidak tahu siapa musuh-musuh yang mengeroyok kami…makanlah Jamur Inti Api ini dan pelajarilah Kitab yang berisi Ilmu Serat Emas Inti Matahari dan Ilmu Jari Penembus Tulang Inti Matahari ini… soal pembunuh ayahmu, mungkin orang yang membawa kitab Inti Bulan dari Beng Kauw di Persia dapat kau mintai keterangan…Cari juga Si Raja Racun Selatan…”
Tertanda, ibumu Cendana Wangi”
Mahesa Geni tertegun sejenak. Meskipun masih samar-samar namun dia sudah dapat menduga bencana yang menimpa kedua orang tuanya. Dalam hati dia berjanji untuk mengusut masalah ini dengan jelas dan membalaskan kematian kedua orang tuanya.
Hanya satu yang membuat dia ragu-ragu, surat itu terputus tanpa memberitahu untuk apa dia mencari Si Raja Racun Selatan…?
Mahesa Geni mengulurkan tangan mengambil Jamur Api dan memakannya. Ternyata jamur tersebut dapat melipat gandakan kekuatan tenaga dalamnya dan ini sangat menggirangkannya. Saat dia mulai membuka dan mempelajari kedua ilmu yang tercantum dalam kitab pusaka tersebut ternyata itu adalah ilmu-ilmu yang luar biasa hebatnya, tidak kalah bagus mutunya dengan ilmu-ilmu yang dia sudah kuasai saat ini.
Seratus hari kemudian, setelah menghafal teori dan berhasil melatih dasar-dasar kedua ilmu tersebut barulah dia meninggalkan Tanjung Kematian untuk memulaikan pengembaraannya sebagai seorang pendekar.
***
Kota Naripan di kadipaten Tunggul Wetan adalah sebuah kota yang ramai. Sedangkan Kadipaten Tunggul Wetan ini masih termasuk wilayah sebelah utara dari kerajaan Majapahit yang di perintah oleh Prabu Hayam Wuruk yang di dampingi mahapatihnya yang terkenal, yaitu Mahapatih Gajah Mada.
Siang itu Mahesa Geni memasuki kota Naripan dengan berlenggang kangkung. Wajahnya yang tampan dengan rambut riap-riapan. Baju dan celananyanya dari kain kasar warna putih. Lapisan luar di tutupi dengan jubah panjang berwarna biru tanpa lengan.
Yang unik ialah di pinggangnya terlilit sejenis ikat pinggang selebar tiga jari yang ujungnya terdapat ukiran kepala naga yang berkilat keemasan, sedangkan lengannya yang panjang di gulung sampai di sikut dengan tangan kiri terdapat sebuah gelang berwarna biru selebar tiga jari.
Sambil berjalan, bibir pemuda itu tersungging senyum lebar menyaksikan keramaian kota tersebut. Sesaat kemudian sepasang kakinya berbelok ke arah sebuah kedai yang tidak terlalu besar dipinggir jalan. Kedai itu tampak penuh, matanya celingukan memandang kesana-kemari.




9. Malaikat Pedang Terbang

Label: Pendekar Sabuk Naga



“Maaf Den, apakah ada yang bisa saya bantu?” Tiba-tiba terdengar suara kecil seorang pelayan yang tiba-tiba muncul di sampingnya.
“Ah…aki, maaf saya hanya ingin makan saja, apakah masih ada tempat?”
“Ada Den, tinggal satu tempat yang tersisa di sudut sebelah kanan, kalau aden tidak keberatan silahkan…?!”
“Baiklah aki, tunjukkan padaku tempatnya…” Mahesa lalu mengikuti pelayan tersebut mengarah ke tempat duduk di sudut ruangan. Ternyata di situ hanya tersisa satu tempat duduk yang kecil dan satu meja seukuran empat piring.
“Ini tempatnya Den, oh ya aden mau pesan apa?”
“Bawakan saja nasi urap dan sayur lodehnya, di tambah dengan air putih, itu cukup…” Sambil berkata demikian, pemuda ini duduk dengan tenang sambil memandang ke arah luar kedai.
Tak lama kemudian pesanan yang di pesannya datang dan pemuda itupun mulai makan dengan lahap sambil mengangkat kaki kirinya di atas kursi.
Sementara pemuda itu makan dengan lahap tanpa memperdulikan keadaan sekelilingnya, tiba-tiba telinganya menangkap suara orang bercakap dengan perlahan. Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan orang yang bercakap-cakap karena semua orang yang ada di kedai situ juga ada yang bercakap-cakap dengan ramai. Namun suara orang yang bercakap itu keluar dari mulut seorang gadis yang amat cantik berusia enambelas tahun dengan seorang kakek tua yang berusia enampuluh tahunan:
“Eyang Guru, apakah perjalanan ke Gunung Bromo masih sangat jauh…dan urusan apakah yang akan kita lakukan di sana sehingga kita harus mengadakan perjalanan dengan sembunyi-sembunyi seperti ini?...”
“Sabarlah muridku, Gunung Bromo tinggal berjarak dua hari dari sini. Urusan yang kita akan lakukan di sana menyangkut keselamatan dunia persilatan, jadi tidak baik bila di bicarakan di sini, kau diamlah, setelah makan kita segera berangkat.”
Tanpa sadar mata Mahesa terus memperhatikan gadis itu sambil hatinya membatin: “Ah cantik sekali gadis itu dan mereka pasti dari dunia persilatan…siapa mereka ya?”
Setelah menghabiskan makanan mereka, kedua orang guru dan murid itupun segera meninggalkan kedai tersebut. Namun saat berdiri, gadis itu masih sempat melirik pada Mahesa sambil tersenyum simpul. Hal mana membuat wajah pemuda itu menjadi merah karena ketangkap basah sedang menatapnya. Cepat wajahnya di arahkan ke tempat lain sambil meneruskan makannya sedangkan mulutnya menggerutu malu.
“Sialan, monyet buduk!... bikin grogi aja…..”
Baru saja dia memalingkan wajah kembali untuk melihat punggung tubuh gadis itu yang menghilang di luar pintu, tiba-tiba di lihatnya lima orang laki-laki separuh baya yang duduk di meja besar sebelah selatan saling memberi kode dan meninggalkan kedai.
“Hmmm, tampaknya mereka membuntuti kedua orang tadi, apa yang akan mereka lakukan? Sikap mereka mencurigakan sekali…” Pemuda itu lalu merogoh kantungnya dan mengeluarkan dua keping perak yang langsung di letakkan di atas meja, setelah itu diapun bangkit dan melangkah ke luar kedai.
Sampai di luar dia menangkap bayangan lima orang di kejauhan. Mereka berlari cepat menuju ke arah selatan. Sepertinya sedang terburu-buru mengejar sesuatu. Karena penasaran, pemuda inipun segera mengikutinya. Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, Mahesa membuntuti ke lima orang tersebut sampai di luar dusun dan mamasuki hutan.
Saat itu dari jauh Mahesa mendengar suara bentakan-bentakan menggelegar dari arah depan, segera dia mempercepat larinya. Di dalam hutan dia berkelebat ke atas sebuah pohon yang tinggi dan rindang untuk menyembunyikan tubuhnya sambil memperhatikan.
Tampak kakek tua dan gadis cantik tadi sedang berhadapan dengan kelima pria setengah baya yang menghadang perjalanan mereka dengan senjata terhunus. Salah satu yang menjadi pemimpin bernama Jarotala segera berkata dengan angkuh:
“Hehehe…Ki Ranggapati, tak ada gunanya kalian melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo. Junjungan kami sudah mencium rencana busuk kalian untuk membentuk perserikatan para pendekar…”
Kakek yang ternyata bernama Ki Ranggapati itu melangkah maju dan berkata: “Maaf kisanak, apa maksud kalian, aku tidak mengerti sama sekali…”
“Huh, jangan berlagak pilon Malaikat Pedang Terbang, mungkin kau masih bisa bertahan tidak mati oleh Racun Kelelawar Iblis, sungguh hebat tenaga dalammu, tapi sayangnya kau telah bertemu dengan kami Lima Cambuk Api dari Goa Rangkeng…bersiaplah untuk mati”. Jarotala memberi isyarat pada kelima kawannya untuk menyerang. Serentak dua kawannya maju mengeroyok bersama dengan Jarotala, sementara yang dua lagi meloncat ke arah sang gadis.
Sebentar saja telah terjadi pertarungan yang tidak seimbang. Ki Ranggapati atau yang berjuluk Malaikat Pedang Terbang sebenarnya adalah seorang tokoh legenda yang pilih tanding. Kehebatan ilmu Pedang Terbangnya yang dahsyat telah mengangkat namanya selama empatpuluh tahun sebagai seorang pendekar golongan atas yang mumpuni. Namun anehnya saat menghadapi pengeroyokan ketiga orang itu hanya bisa bertahan dan menghindar saja tanpa mampu membalas sejuruspun.
Sedangkan gadis cantik berjubah putih yang ternyata adalah murid si Malaikat Pedang Terbang, justru terlihat sangat aktif menyerang dengan jurus-jurus mematikan. Hal ini tidak aneh karena sesungguhnya Ki Ranggapati masih menderita keracunan hebat akibat pertarungannya dengan tiga utusan Pangeran Kelelawar Iblis yang menyantroni Perguruan Pedang Terbang dua purnama lalu.
Meskipun waktu itu Malaikat Pedang Terbang mampu membinasakan dua dari antara lawannya, namun dia juga harus menderita oleh pukulan Kelelawar Iblis dari orang ke tiga yang tak sempat dia tangkis. Untung saja yang dating hanya tiga utusannya saja yang hanya menguasai setengah saja dari kehebatan Pukulan Kelelawar Iblis tersebut, makanya dia masih dapat bertahan dengan menggunakan tenaga murni menyumbat jalannya racun memasuki nadi-nadi penting di tubuhnya. Namun jika dia mengerahkan tenaga berlebihan dalam pertarungan, dapat di pastikan nyawanya takkan tertolong lagi.
Keadaan Ki Ranggapati semakin lemah. Beberapa pukulan telak bersarang di tubuhnya hingga pukulan susulan dari Jarotala menghantam telak iga kirinya menyebabkan orang tua itu tak dapat lagi mempertahankan diri sehingga tenaga murni yang menahan menyebarnya racun Kelelawar Iblis itu kembali menyebar ke seluruh nadi penting di tubuhnya. Orang tua itu terduduk dan memuntahkan darah kehitaman.
“Guruuuu….!” Gadis itu memutar pedangnya dengan sebat mendesak kedua lawannya kemudian berlari ke arah gurunya.
“Rara Wulan, larilah, selamatkan dirimu… carilah Raja Racun Selatan dan mohon perlindungan darinya…”
“Bertahanlah Eyang…kau orang tua pasti bisa! Jangan tinggalkan Rara Wulan sendiri Guru…”
Tiba-tiba terdengar suara dengusan dari Jarotala; “Heheh cah ayu, dewa sekalipun tidak akan dapat menyelamatkan gurumu itu. Racun Kelelawar iblis terlalu dahsyat dan tak seorangpun sanggup menandinginya…Tinggalkan orang tua mau mati itu dan menyerahlah…”
“Bangsat culas, ku bunuh kau, Hiyaaaattt….!” Dengan kalap Rara Wulan melompat menyerang kelima lawan itu dengan jurus-jurus mematikan tanpa memperdulikan pertahanannya. Namun sekali bergerak Jarotala segera menangkap kedua tangan gadis itu dan menghenkakkannya dalam pelukannya.
“Hahahaha…sekarang kau tak akan dapat berbuat apa-apa lagi, diamlah maka kami akan baik-baik memperlakukanmu…”
“Lepaskan aku babi bangsat, kadal busuk…aku akan membunuhmu…” Gadis itu meronta-ronta namun pelukan Jarotala sangat kuat sehingga bukannya terlepas, justru rontaan gadis itu makin membuat dada mereka bergesekan sehingga jarotala makin tertawa terbahak-bahak. Saat itu…
“Hahahaha..seorang kakek tua sedang memperkosa seorang gadis yang hanya cocok menjadi anaknya…sungguh sampah memalukan!...”
Tawa Jarotala terhenti. Serentak kelima orang itu memandang ke depan. Entah darimana datangnya, di samping Ki Ranggapati tampak berdiri seorang pemuda berusia delapan belas tahun yang gagah.




10. Undangan Rahasia

Label: Pendekar Sabuk Naga



Pemuda itu berwajah tampan dengan rambut riap-riapan. Baju dan celananya dari kain kasar warna putih. Lapisan luar di tutupi dengan jubah panjang berwarna biru tanpa lengan. Di pinggangnya terlilit ikat pinggang selebar tiga jari yang ujungnya terdapat ukiran kepala naga yang berkilat keemasan, sedangkan lengannya yang panjang di gulung sampai di sikut dengan tangan kiri terdapat sebuah gelang berwarna biru selebar tiga jari.
“Bangsat tengik dari mana cari mati berani mencampuri urusan kami…” Bentak Jarotala berang.
“Hehehe,aku hanya seorang kunyuk yang cari mati, jadi untuk apa kau menanyakan namaku? Sayangnya kunyukpun paling suka memotes kutu-kutu busuk yang mengganggu di tubuhnya…? Apakah kutu-kutu busuk macam kalian tidak menyadarinya?...” Sambil tertawa-tawa, Mahesa balas memaki tak kalah pedisnya.
Kedua kawan Jarotala yang berdiri paling dekat tak mampu menahan kemarahan mereka. Segera keduanya mengayunkan cambuk apinya kearah pemuda tersebut.
“Heaaaattt…..Ctarrr…..Ctarrrr…..” Cambuk-cambuk itu menyerang sang pemuda dengan ganas. Namun hanya dengan mengengoskan tubuh satu langkah ke samping dia telah menghindari cambuk-cambuk ganas tersebut.
“Eiiits…tidak kena! Eh, apakah kalian tidak pernah belajar cara menggunakan cambuk dengan baik?...Alangkah bodohnya guru kalian yang menciptakan ilmu mengusir lalat tak berguna seperti ini…hahahaha…”
“Bangsat….matilah kau bocah busuk…Hyaaaaattttt…!” Kali ini di iringi bentakan-bentakan yang menggelegar, kedua teman yang lain segera maju membantu untuk mengeroyok sang pemuda. Bahkan Jarotala yang tadinya masih memeluk Rara Wulan segera melemparkan gadis itu setelah menotoknya terlebih dahulu kemudian maju membantu keempat temannya.
Mahesa hanya tersenyum-senyum saja. Dengan menggunakan sepertiga bagian tenaganya, dia memainkan “Jurus Langkah Siluman Naga Gila. Akibatnya kelima lawannya menjadi bingung. Karena serapat apapun kepungan mereka, tetap saja pemuda yang bergerak-gerak seperti orang mabuk dan orang gila itu mampu menyelinap di antara senjata mereka. Bahkan kadang-kadang pemuda itu lenyap dan muncul di belakang mereka sambil menepuk tubuh mereka. Sadarlah mereka bahwa lawan mereka kali ini bukanlah orang sembarangan
Setelah bertempur beberapa saat, Mahesa mendengar erangan kesakitan dari kakek yang terluka parah tersebut. Pemuda ini merasa cukup mempermainkan kelima lawannya, dengan mengerahkan jurus pertama dari ilmu “Sengatan Tujuh Naga Neraka”, kakinya bekerja cepat membagi-bagikan tendangan yang tak dapat di tahan oleh kelima orang tersebut. Mereka terlempar dengan dada hancur dan kepala retak tanpa suara.
Dari tempatnya berdiri Mahesa memandang kearah mayat-mayat tersebut dengan termangu-mangu, inilah pembunuhan pertamanya seumur hidup, dan ini menyedihkannya. Sejenak kemudian terdengar erangan dari Rara Wulan yang tertotok, segera Mahesa mengibaskan lengan kanannya kearah gadis cantik itu. Seketika itu juga totokannya terlepas. Kemudian pemuda itu mendekati Ki Ranggapati yang sekarat sambil membatin:
“Hmmm, kakek ini keracunan berat, aku tidak tahu cara menyembuhkannya, tapi menurut guru See-Thian-Lama, gelang Cermin Petir ini dapat menyerap racun, apa sebaiknya ku coba saja ya?...”
Rara Wulan menangis sesegukan sambil memandang dengan wajah penuh permohonan ke arah pemuda yang telah menolong dia dan kakeknya: “Tuan pendekar, jika kau bisa tolonglah ringankan penderitaan guruku ini…aku…aku tak tahu harus berbuat apa lagi…”
Mahesa gelagapan. Hatinya ikut terharu melihat wajah memelas dan penuh permohonan dari gadis cantik di depannya ini. Segera dia membungkuk di samping Ki Ranggapati, kemudian menempelkan Gelang Cermin Petir di lengan kirinya sambil mengerahkan tenaga menyedot pada salah satu luka yang menganga di tubuh tua tersebut.
Anehnya, segera terlihat asap mengepul dari gelang tersebut saat racun Kelelawar Iblis terhisap ke dalamnya. Sebentar saja semua racun yang bersarang di tubuh kakek itu lenyap tanpa bekas sama sekali.
“Berhentilah anak muda! Terima kasih banyak atas pertolonganmu…semua racun di tubuhku sudah lenyap sama sekali.”
Mendengar seruan kakek itu, Mahesa menghentikan usahanya kemudian berkata sambil tersenyum:
“Pak tua,…bersemedilah untuk memulihkan tenaga dalammu…?”
Melihat hal ini, bukan main gembiranya Rara Wulan. Tanpa di suruh tiba-tiba dia menjatuhkan diri berlutut di hadapan pemuda itu untuk mengucapkan terima kasih.
“Eh jangan…” Sebelum tubuh cantik itu sempat berlutut, mendadak tubuh Mahesa lenyap dari hadapannya.
Rara Wulan terkejut, karena tubuh pemuda itu tiba-tiba menghilang dari hadapanya. Otomatis kepalanya berputar kesana kemari untuk mencari.
“Nona, maafkan aku, aku tidak biasa menerima penghormatan seperti itu…”
“Tapi kau telah menolong kami, tentunya aku harus mengucapkan terima kasih padamu?” Sahut gadis itu dengan suara yang merdu menawan.
Mahesa tidak menjawab. Hanya bibirnya yang tersenyum sambil balas menatap gadis itu sehingga membuatnya jengah. Akhirnya gadis itupun tersenyum kemudian mendekati kakeknya.
Beberapa saat kemudian Ki Ranggapati membuka matanya dan memandang penuh selidik ke arah si pemuda.
“Anak muda, jika boleh kami tahu, siapakah engkau dan siapakah gurumu?...”
“Namaku Mahesa Geni Ki, aku seorang perantau. Maafkan jika aku tidak dapat memberitahu siapa guruku, bukan karena ingin berlaku kurang sopan, tapi memang beliau pernah memesan agar aku tidak boleh mengatakan siapa namanya pada siapa saja…harap aki tidak berkecil hati?!”
“Baiklah kalau begitu Mahesa, lupakan apa yang baru ku tanyakan, aku mengerti akan hal tersebut. Oh ya, boleh kami tahu kemana arah perjalananmu?”
“Aku seorang pengembara ki, aku tidak punya tujuan tertentu. Namun yang jelas ada sebuah tugas dari guruku dimana aku membutuhkan keterangan mengenai keberadaan tiga orang yang sangat berbahaya yang harus di basmi…entah Ki Ranggapati mengetahui atau tidak?” Mahesa menjawab dengan wajah serius sambil menatap kearah Ki Ranggapati dan Rara Wulan bergantian.
“Hmmm, siapakah mereka, mungkin aku pernah mendengar tentang mereka?..” sahut si Malaikat Pedang Terbang.
“Yang pertama adalah membasmi pemilik Pukulan Kelelawar iblis itu, dan yang dua orang lagi adalah Ki Samber Nyawa yang berjuluk Dewa Maut Bertangan Sakti dan Nyi Gandasuri yang berjuluk Dewi Asmara Seribu Nyawa…apakah anda mengenalnya mereka Ki Ranggapati?”
Pertanyaan Mahesa membuat Ki Ranggapati kerkejut bagai di sambar halilintar di siang bolong. Sejenak dia memandang pemuda di hadapannya dengan tatapan hampir tidak percaya. Bagaimana tidak? Tiga orang yang di tanyakan pemuda itu adalah momok-momok paling menakutkan dan meresahkan dunia persilatan saat itu, dan dengan santainya pemuda ini mengatakan akan membasmi mereka?
“Bagaimana Ki, dapatkah engkau memberi keterangan tentang mereka?” Desak Mahesa tatkala melihat kebingungan kakek itu. Akhirnya dengan manarik nafas panjang Malaikat Pedang Terbang itu menjawab:
“Orang yang pertama yang sedang kau cari adalah musuh yang tengah kita hadapi sekarang. Itulah sebabnya kami menuju ke Gunung Bromo, karena di sana akan di adakan permufakatan dari para pendekar golongan lurus untuk mengatasi Panji Petaka Hitam yang di sebarkan oleh Pangeran Kelelawar Iblis…”
Mahesa mengangguk tanda mengerti. “Bagaimana dengan yang dua orang lagi?”
“Meskipun aku pernah mengetahui perihal Ki Samber Nyawa dan Nyai Gandasuri, saying sekali aku tidak dapat memberi keterangan tempat keberadaan mereka karena mereka adalah orang-orang yang berdiri di tengah-tengah, bukan hitam bukan pula putih, bagaikan orang-orang yang kadang kelihatan kepala namun tak kelihatan ekornya ataupun sebaliknya. Namun jika engkau bersedia bersama kami pergi ke Gunung Bromo, maka kau akan bertemu dengan banyak pendekar dari seluruh tanah jawa ini, mungkin di antara mereka ada yang dapat memberi keterangan yang kau perlukan…Kalau kau tidak keberatan, aku mewakili para pendekar yang ada ingin mengundangmu secara resmi untuk menghadiri pertemuan rahasia para pendekar tanah jawa tersebut..."
"Benar Kakang Mahesa...pergilah bersama kami?” Terdengar suara Rara Wulan yang lembut berkata pada pemuda itu dengan nada permohonan, bahkan sudah berani menggunakan kata "kakang..." sejenak kemudian wajahnya bersemu merah.
Mahesa menatap sejenak pada Rara Wulan, tampa sadar pemuda ini terpesona melihat wajah cantik yang berona merah itu. Terlihat sinar mata dara ayu itu berbinar penuh pengharapan. Akhirnya Mahesa menjawab sambil tersenyum: “Baiklah, aku akan ikut bersama kalian…”.